Bagikan:

JAKARTA - Hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE-FEB UB) Malang, Jawa Timur, menyebutkan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau tidak efektif dalam menjaga keseimbangan kebijakan industri hasil tembakau (IHT).

Pasalnya, menurut peneliti senior PPKE-FEB UB Joko Budi Santoso, ada pola pergeseran pada konsumen rokok untuk mengonsumsi rokok yang lebih murah ketika harga rokok meningkat.

Kenaikan tarif cukai rokok, lanjut dia, menunjukkan adanya efek substitusi, yang mana konsumen yang sensitif terhadap harga cenderung beralih dari rokok golongan 1 (rokok mahal) ke rokok golongan 2 dan 3 yang lebih murah dengan cukai lebih rendah.

Fenomena tersebut terlihat jelas ketika tarif cukai naik, harga rokok golongan 1 meningkat tajam, tetapi konsumsi total rokok tetap stabil pada 32,5 persen hingga tarif cukai mencapai 25 persen.

"Bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok secara keseluruhan, karena hanya terjadi pergeseran konsumsi dari produk mahal ke produk yang lebih murah," ujarnya.

Hasil kajian PPKE-FEB UB menyatakan bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai, baik dengan atau tanpa diikuti kenaikan harga rokok, tidak efektif dalam mengurangi konsumsi rokok secara signifikan.

Menurut Joko, efek substitusi menjadi penghambat utama, dimana konsumen beralih ke produk yang lebih murah, sementara peredaran rokok ilegal meningkat selain itu, produksi rokok legal menurun, jumlah pabrik berkurang, dan basis penerimaan negara menyusut.

Untuk mencapai tujuan pengendalian konsumsi dan optimalisasi penerimaan negara, tambahnya, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif, seperti penguatan pengawasan terhadap rokok ilegal, strategi harga yang seimbang antargolongan, serta edukasi kesehatan untuk menekan permintaan rokok secara bertahap.

"Dengan pendekatan ini, kebijakan fiskal dapat lebih efektif dalam mengendalikan konsumsi rokok sekaligus meminimalkan dampak negatif terhadap industri dan pendapatan negara," katanya dilansir ANTARA, Jumat, 27 Desember.

Dikatakannya, kebijakan yang mendukung keberlanjutan industri rokok kecil, penanggulangan rokok ilegal, serta pendekatan berbasis data untuk pengendalian konsumsi menjadi sangat penting untuk keberlanjutan sektor industri hasil tembakau dan keseimbangan ekonomi nasional.

Sehingga hal ini memerlukan evaluasi terus-menerus dan integrasi lintas sektor untuk memastikan kebijakan yang lebih efektif dan inklusif.

PPKE-FEB UB berharap kajian ini dapat menjadi landasan penting bagi multi stakeholders untuk merumuskan kebijakan yang lebih bijaksana, terutama dalam menyeimbangkan antara pengendalian konsumsi tembakau, pemberantasan rokok ilegal, dan keberlanjutan industri hasil tembakau (IHT).

"Respons positif dari masyarakat menunjukkan tingginya kepedulian publik terhadap isu ini, sekaligus menjadi momentum untuk mendorong kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri dalam menciptakan kebijakan cukai yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berdampak luas bagi perekonomian serta kesehatan masyarakat," katanya.