Bagikan:

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan faktor di balik sepinya aktivitas perdagangan di bursa karbon, meskipun telah beroperasi selama setahun sejak peluncurannya pada 26 September 2023.

Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus, Pengawasan Keuangan Derivatif, Bursa Karbon, dan Transaksi Efek OJK I Made Bagus Tirthayatra menjelaskan, meskipun OJK mendukung penuh pelaksanaan perdagangan karbon keberhasilan pasar karbon membutuhkan sinergi antara berbagai lembaga dan kementerian terkait dan peran OJK akan lebih difokuskan pada perdagangan karbon di pasar sekunder.

I Made menyampaikan untuk mendorong perkembangan perdagangan karbon diperlukannya upaya untuk meningkatkan sisi pasokan dan permintaan, termasuk kebijakan perpajakan dan faktor pendukung lainnya.

“OJK siap berkontribusi dengan berbagai kelembagaan untuk meningkatkan hal tersebut,” katanya kepada awak media di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu, 4 Desember.

Terkait dengan target 2025, I Made menegaskan bahwa peran utama OJK adalah memastikan pengawasan terhadap bursa karbon berjalan dengan baik melalui infrastruktur pengawasan yang memadai, guna melindungi investor.

Namun, I Made menegaskan belum dapat mengungkapkan terkait proyeksi transaksi bursa karbon lantaran memerlukan koordinasi dengan berbagai pihak.

I Made menyampaikan perkembangan bursa karbon sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, salah satunya adalah penetapan besaran pajak karbon (carbon tax).

Menurut I Made, keberhasilan bursa karbon tidak hanya bergantung pada OJK atau satu atau dua kementerian, tetapi membutuhkan kolaborasi antara berbagai kementerian terkait.

Dalam upaya menarik minat investor, I Made menyampaikan OJK juga telah mendorong inisiatif seperti laporan keberlanjutan dan penerapan kewajiban terkait inisiatif hijau.

Diharapkan hal ini dapat memperbesar peluang bagi emiten untuk berkontribusi dalam bursa karbon.

“Itu pada akhirnya akan mengusut untuk semakin memperbesar peluang untuk emiten berkontribusi juga dalam bursa karbon,” ucapnya.