JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, keputusan pemerintah untuk menghapus retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) akan berdampak positif.
Di samping itu, langkah ini juga dinilai bisa mendukung tercapainya program 3 juta rumah per tahun yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Pasalnya, kata Tito, berdasarkan hitung-hitungan yang telah dilakukan oleh pihaknya, masyarakat bisa menghemat sampai Rp10,5 juta.
"Dari adanya kebijakan ini, maka potensi BPHTB dihapuskan itu nilainya untuk rumah tipe 36 Rp6.250.000. Kemudian untuk PBG dibebaskan Rp4.320.0000. Jadi, untuk rumah tipe 36 itu sebetulnya bisa dihemat lebih kurang Rp10.570.000. Nah, ini yang diuntungkan masyarakat," ujar Tito dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin, 25 November.
Tito menjelaskan, bahwa kriteria rumah MBR yang bisa bebas PBG dan BPHTB sudah diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023 tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Umum Swadaya atau Bedah Rumah.
"Dari aturan itu, kriterianya adalah untuk rumah tapak dan rumah susun maksimal luasnya 36 meter persegi dan untuk rumah swadaya maksimal luasnya 48 meter persegi," katanya.
Dia turut menjelaskan kriteria MBR dalam hal penghasilan.
Besaran penghasilan MBR untuk wilayah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, untuk kategori Tidak kawin maksimal sebesar Rp7.000.000 per bulan, kategori Kawin sebesar Rp8.000.000 per bulan dan kategori satu orang Peserta Tapera sebesar Rp8.000.000 per bulan.
Lalu, bagi MBR di wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya, untuk kategori Tidak kawin sebesar Rp7.500.000 per bulan, kategori Kawin maksimal sebesar Rp10.000.000 dan kategori satu orang Peserta Tapera sebesar Rp10.000.000.
"Mereka-mereka yang punya gaji di wilayah itu dan kemudian luas lantainya untuk mereka dibuatkan (rumah) umum 36 meter persegi, rusun maksimal 36 meter persegi dan swadaya dibangun 48 meter persegi, maka mereka ini dibebaskan untuk ditarik retribusi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Yang kedua, di SKB ini juga akan dibebaskan untuk retribusi PBG," ucap Tito.
Menurut Tito, program itu akan membuat harga rumah menjadi rumah.
"Kami bayangkan 5-10 persen dari komponen biaya itu. Kalau harga rumah 30 juta, berarti ada 3 juta yang dikurangi harganya," jelasnya.
Namun demikian, Tito menegaskan agar kebijakan ini tepat sasaran karena akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga, pemerintah daerah (Pemda) diminta tidak memberikan insentif ini kepada pengembang, masyarakat berpenghasilan menengah atau tinggi.
BACA JUGA:
"Harus dipelajari betul. Jangan sampai (ada) kongkalikong dengan pengembang, itu rumah bagi masyarakat rendah bukan menengah atau berpenghasilan tinggi. Kemudian seolah-olah berpenghasilan rendah supaya bea nol, akibatnya PAD berkurang," tegas dia.
Untuk diketahui, penghapusan BPHTB dan PBG dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo di kantor Kemendagri, Jakarta, pada Senin, 25 November.
Nantinya, SKB tersebut akan diteruskan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada).