Program Rumah Layak untuk MBR Terbentur <I>Backlog</I> dan Perizinan IMB
Ilustrasi rumah subsidi. (Foto: Dok. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya mengatasi kekurangan perumahan (backlog) guna mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Dikutip dari Antara, isu tentang program penyediaan rumah murah bagi warga akan selalu muncul seiring bertambahnya jumlah penduduk.

Isu rumah layak dan terjangkau juga bakal terus bergulir setiap tahun bersanding dengan pangan, energi, dan infrastruktur.

Program penyediaan rumah layak terjangkau bagi warga selama ini terus dijalankan pemerintah.

Namun, tidak jarang antara ketersediaan dan kebutuhan masih terjadi kesenjangan. Tingkat kebutuhan lebih tinggi ketimbang ketersediaan.

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,17 persen pada tahun 2022, tentu akan menambah kesenjangan semakin besar jika tidak segera tersolusikan. Apalagi, bonus demografi usia produktif dibanding nonproduktif yang diprediksi sampai dengan tahun 2030 besarannya diperkirakan mencapai hampir dua kali lipat.

Penyediaan rumah di sini bukanlah komersial, namun rumah terjangkau yang nantinya bakal ditempati pekerja pemerintah, swasta, BUMN, maupun pelaku usaha yang baru menapak karier.

Rumah terjangkau menjadi harapan bagi semua insan di bumi pertiwi yang sedang belajar mandiri.

Terjangkau tidak hanya dari sisi harga tetapi juga lokasi dan fasilitas umum.

Sebagai contoh di DKI Jakarta, pemerintah setempat harus berjibaku demi merumahkan warganya di tengah-tengah harga lahan yang kian mahal.

Program DP 0 menjadi unggulan Gubernur Anies Baswedan akhirnya baru dapat terwujud menjelang akhir pemerintahannya.

Hunian bertingkat yang bisa diwujudkan di tengah mahalnya harga lahan di DKI Jakarta.

Pemprov DKI akhirnya berhasil membangun rumah susun (rusun) milik di Pondok Kelapa Jakarta Timur, Cengkareng, Jakarta Barat, dan di Kemayoran, Jakarta Pusat.

Tak hanya itu, Pemprov DKI juga membangun rusun sewa (rusunawa) yang tersebar 12 lokasi ditujukan bagi masyarakat yang belum mampu membeli rumah.

Sehingga dengan biaya sewa murah diharapkan ke depannya bisa meningkatkan taraf hidupnya agar bisa membeli rumah sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa isu rumah masih sangat krusial yang menentukan berhasil atau tidaknya seorang kepala daerah.

Bahkan, Presiden RI Joko Widodo mewanti-wanti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Ditjen Perumahan dan Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan agar program perumahan yang diusung bisa berjalan dengan baik.

Hasilnya, saat ini telah terbentuk Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) yang merupakan cikal bakal pembiayaan sektor perumahan termasuk menyalurkan dana subsidi perumahan.

Tak hanya itu, di bawah Kementerian PUPR program sejuta rumah yang dicanangkan pada tahun 2015 hingga tahun 2021 saat ini sudah terealisasi 1,11 juta unit di seluruh Indonesia.

Backlog

Meski demikian, tantangan ke depan dalam penyediaan rumah memang bukan semudah membalikkan telapak tangan.

Hal ini dapat dilihat dari gap antara ketersediaan dan kebutuhan atau dikenal sebagai backlog perumahan Indonesia yang menurut Menteri Keuangan RI Sri Mulyani angkanya sudah mencapai 12,75 juta.

Dengan kondisi tersebut, siapa pun yang memimpin Indonesia nantinya harus mengusung perumahan sebagai program pembangunan.

Dibutuhkan kreativitas dan inovasi agar seluruh masyarakat Indonesia bisa tinggal di tempat yang layak.

Wakil Ketua Komisi V DPR, Ridwan Bae mengatakan, untuk mengatasi gap atau kesenjangan, pemerintah harus ada terobosan untuk membuat kebijakan yang menyeluruh dan aplikatif sehingga pasokan rumah terjaga dan tetap terjangkau dari sisi harga.

Persoalan backlog ini sudah mendesak untuk dicarikan solusinya agar ke depan tidak semakin menumpuk. Tugas ke depan adalah menekan angka backlog ini semakin kecil.

Untuk itu, pemerintah harus tetap mengedepankan komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perumahan baik kalangan perbankan, pengembang swasta, Perumnas, untuk mengetahui berbagai persoalan di lapangan.

Pasokan Rumah Terbentuk IMB

Ridwan Bae mengaku masih menemukan gangguan pasokan rumah murah akibat terbentur Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau sebelumnya dikenal Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Terkait hal ini, penting adanya komitmen untuk memastikan program pembangunan rumah bersubsidi tersebut berjalan dengan baik. Berbagai hambatan yang ada, baik dari sisi suplai maupun sisi permintaan, sebaiknya segera diselesaikan.

Sementara itu, Pengamat Perumahan Anton Sitorus mengatakan, persoalan perumahan adalah hal fundamental dan kebutuhan asasi manusia.

Siapapun yang akan memimpin Indonesia nantinya untuk menyelaraskan dengan harapan masyarakat.

Perizinan masih menjadi persoalan klasik yang kerap muncul di kemudian hari.

Tak hanya sebatas regulasi, sosialisasi menjadi hal utama agar program perumahan dapat bergulir.

Penyediaan perumahan bagi masyarakat luas di Indonesia perlu dilakukan melalui program yang serius dan ambisius terutama oleh negara.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, PBG memang perlu segera dicarikan solusi.

Pasalnya, saat ini ada keengganan pemerintah daerah (pemda) untuk menerbitkan PBG.

Alasannya, aturan PBG ini diatur melalui UU Cipta Karya yang memerintahkan pemda mengeluarkan PBG lewat peraturan daerah (perda).

Pemda sendiri tidak berani mengeluarkan PBG hanya dengan retribusi saja dengan alasan menunggu perda.

Butuh intervensi kuat dari pemerintah pusat dan DPR RI untuk menuntaskan kendala perizinan.

Di sisi lain, ada beberapa daerah yang masih berani mengeluarkan retribusi karena merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa dua tahun sampai dengan perbaikan UU CK dilakukan, pemda bisa memakai aturan lama yakni IMB.

Tetapi masalahnya, IMB tidak bisa masuk dalam data Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (Sikumbang) sebagai syarat realisasi rumah bersubsidi.

Akses ke sistem Sikumbang tetap memakai PBG. Sehingga penting untuk segera dibuatkan petunjuk pelaksanaannya agar program perumahan tidak terkendala ke depannya.