YOGYAKARTA - Pemerintah tengah berupaya menyelesaikan masalah backlog untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni di Indonesia. Sampai saat ini tercatat backlog atau kesenjangan kepemilikan rumah rakyat mencapai 12,71 juta. Lantas apa itu backlog rumah dan bagaimana cara mengatasinya?
Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan pemerintah telah menargetkan peningkatan akses rumah layak huni pada tahun 2024, dari 56 persen menjadi 70 persen.
“Tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan rumah di Indonesia adalah angka backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,71 juta unit. Sementara pertumbuhan keluarga baru mencapai 700 ribu hingga 800 ribu per tahun,” kata Menteri PUPR dalam sambutan tertulis saat Acara Akad Massal Serentak KPR Bank BTN dan Pembukaan Rangkaian Hari Perumahan Nasional 2023, di Tangerang pada Selasa (8/8/2023) lalu.
Namun upaya peningkatan rumah layak huni untuk mengatasi backlog tersebut menghadapi tantangan tingginya laju pertumbuhan keluarga baru.
Apa Itu Backlog?
Backlog adalah indikator yang digunakan oleh pemerintah untuk menghitung kebutuhan rumah di Indonesia. Sementara dalam dunia properti, istilah backlog memiliki arti kondisi kesenjangan antara total hunian terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh rakyat.
Terdapat perbedaan pengertian antara backlog rumah menurut Kementerian PUPR dengan versi Badan Pusat Statistik (BPS). Backlog yang dimaksud Kementerian PUPR adalah kondisi kesenjangan yang didasari pada angka rumah yang tidak layak huni. Jadi apabila ada keluarga yang tinggal di hunian sewa, maka mereka tidak termasuk backlog.
Sementara menurut pandangan BPS, backlog adalah kondisi yang terjadi mengacu pada rumah milik. Apabila ada masyarakat yang menempati rumah layak huni namun menyewa, maka mereka tetap dianggap backlog.
Penyebab Backlog Rumah
Kesenjangan rumah layak huni atau backlog bisa terjadi disebabkan oleh sejumlah faktor. Berikut ini beberapa penyebab backlog:
- Tingkat populasi atau pertumbuhan penduduk yang tinggi
- Terbatasnya ketersediaan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah
- Rendahnya kemampuan masyarakat dalam membeli hunian
- Masih banyaknya jumlah rumah tidak layak huni
Cara Mengatasi Backlog Rumah
Backlog rumah bakal menjadi masalah serius dan berkepanjangan terkait kesejahteraan masyarakat jika terus dibiarkan dan tidak segera diatasi. Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, menilai bahwa untuk mengatasi backlog rumah, maka perlu dilakukan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Melalui Kementerian PUPR, pemerintah memiliki beberapa cara untuk mengatasi backlog, sebagai berikut:
Program Satu Juta Rumah
Program Satu Juta Rumah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi backlog rumah. Hingga bulan Juli 2022 lalu, pemerintah telah membangun hunian sebanyak 544.845 unit sebagai bagian dari program ini. Capaian tersebut terdiri dari pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan rumah non-MBR di berbagai daerah.
Menyediakan Bantuan dalam Pembiayaan Rumah
Cara lain yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan masalah backlog adalah dengan menyediakan bantuan dalam pembiayaan rumah. Bantuan untuk masyarakat berpenghasilan rendah tersebut diberikan lewat skema KPR FLPP, bantuan uang muka, hingga program subsidi selisih bunga.
BACA JUGA:
Menghadirkan Program Perumahan Berbasis Komunitas
Pemerintah juga menyediakan program perumahan berbasis komunitas untuk mengatasi backlog rumah. Program ini diperuntukkan bagi komunitas profesi tertentu yang belum memiliki hunian. Dalam menjalankan program ini, dilakukan kerjasama antara Kementerian PUPR, pemerintah daerah, pengembang lokal, dan perbankan.
Demikianlah ulasan mengenai apa itu backlog rumah dan cara mengatasinya. Presiden Jokowi mendorong persatuan perusahaan Real Estate Indonesia (REI) untuk memanfaatkan peluang backlog agar bisa dikerjakan untuk menyediakan rumah layak huni bagi rakyat.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.