Bagikan:

JAKARTA - Emiten induk usaha restoran waralaba Pizza Hut, PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) melaporkan telah menutup 20 gerai hingga 30 September 2024. Dampaknya, perusahaan telah mengurai karyawan sebanyak 371 orang.

Dalam laporan keuangan kuartal III-2024 (unaudited) yang disampaikan melalui Keterbukaan Informasi Publik BEI, manajemen melaporkan dengan penutupan sebanyak 20 gerai tersebut, maka jumlah gerai tersisa saat ini sebanyak 595 dari 615 gerai.

Penutupan gerai tersebut juga diiringi dengan pengurangan karyawan sebanyak 371 orang sampai dengan September 2024.

“Pada tanggal 30 September 2024 dan 31 Desember 2023 perusahaan memiliki masing-masing sejumlah 4.651 dan 5.022 karyawan tetap (tidak diaudit),” bunyi laporan keuangan tersebut dikutip Selasa, 19 November.

Selain itu, penjualan neto restoran siap saji itu juga tercatat mengalami penurunan. Di kuartal III-2024 ini penjualan Pizza Hut tercatat Rp2,03 triliun atau lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp2,75 triliun.

Sedangkan rugi bersih tahun berjalan perusahaan mencapai sebesar Rp96,7 miliar per September 2024. Angka tersebut membengkak jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp38,9 miliar.

Masih mengutip keterbukaan informasi BEI, Direktur Operasional Sarimelati Kencana Boy Ardhitya Lukito mengungkapkan kondisi perusahaan saat ini. Dia bilang terdapat dua tekanan dalam menjalankan bisnisnya.

Lebih lanjut, dia bilang tekanan eksternal tersebut yakni penurunan daya beli masyarakat dan tekanan ekonomi yang disebabkan tensi geopolitik di Timur Tengah.

“Pertama dari kondisi ekonomi yang terjadi di Indonesia sendiri yang di mana sama-sama melihat tidak hanya mempengaruhi Pizza Hut tapi juga industri bisnis lainnya itu dari ekonomi menengah yang turun kelas dan itu juga berbeda dengan geopolitik,” kata Boy.

“Tentu saja karena it sudah tercampur makanya kami tidak bisa pisahkan mana yang lebih besar dan mana yang tidak,” sambungnya.

Tak hanya itu, Boy juga mengaku melihat respons masyarakat terkait dengan konflik geopolitik yang berdampak kepada perusahaan. Namun, Boy tidak secara langsung menyebut mengenai aksi boikot.

“Tapi jika dampak geopolitik bisa dilihat dari social reasoning kami memang sudah ada penurunan dari waktu awal itu. Tapi kami tidak bisa memisahkan mana yang lebih besar dan mana yang lebih kecil begitu,” jelasnya.