JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,15 persen pada 2025.
Menurutnya, ketidakpastian seputar kebijakan ekonomi pemerintahan baru Indonesia akan mereda pada akhir tahun 2024.
“Ketidakpastian seputar kebijakan ekonomi pemerintah baru Indonesia diperkirakan akan mereda, seiring dengan keberpihakan Prabowo pada agenda pro-pertumbuhan yang semakin jelas. Meskipun ketidakpastian global baru-baru ini meningkat akibat sikap The Fed yang kurang dovish dan meningkatnya kemungkinan Trump memenangkan pemilihan presiden AS, jalur pemangkasan suku bunga kebijakan global, termasuk potensi penurunan BI-Rate, masih diantisipasi,” kata Josua, dikutip dari Antara, Kamis 7 November.
Faktor lain yang mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah penurunan suku bunga kebijakan global, termasuk potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia atau BI-Rate.
Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi langsung dan arus modal masuk, yang memberikan dukungan lebih lanjut untuk investasi sektor swasta.
Diketahui, pada triwulan III 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat melambat sebesar 4,95 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini sedikit menurun dari triwulan II yang tercatat sebesar 5,05 persen (yoy).
Di dalam negeri, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap stabil, didukung oleh inflasi yang relatif rendah akibat normalisasi pasokan makanan. Musim liburan di sekitar Natal dan Tahun Baru juga diperkirakan akan mendorong permintaan dan mobilitas domestik pada kuartal keempat tahun 2024.
Josua mempertahankan ekspektasi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 di sekitar 5,04 persen, sedikit turun dari 5,05 persen pada tahun 2023.
Untuk tahun 2025, konsumsi rumah tangga diproyeksikan meningkat, didukung oleh inflasi yang terkendali dalam kisaran target dan potensi penurunan lebih lanjut pada BI-Rate.
“Ke depan, kami memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia akan meningkat pada tahun 2025, terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang kuat dan peningkatan aktivitas investasi. Sebaliknya, pertumbuhan belanja pemerintah diperkirakan akan melambat, sementara ekspor neto cenderung stabil,” jelasnya.
Di sisi perdagangan eksternal, lanjut Josua, ekspor neto diperkirakan akan tetap stabil relatif terhadap level tahun 2024. Pertumbuhan ekspor dapat memperoleh momentum karena penurunan suku bunga global dan efek dasar yang rendah mulai tahun 2024.
Pada saat yang sama, pertumbuhan impor diproyeksikan akan meningkat, didorong oleh peningkatan permintaan input dan barang modal untuk mendukung aktivitas investasi.
Adapun saat konferensi pers pada Selasa (5/11), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2024 yang sebesar 4,95 persen (yoy) lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara kekuatan ekonomi dunia lainnya.
Ia menilai bahwa secara historis, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III seringkali menunjukkan penurunan dari capaian pada triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen pada triwulan II.
BACA JUGA:
Hal tersebut, lanjutnya, dikarenakan tidak terdapatnya kegiatan besar nasional, seperti perayaan hari besar keagamaan atau liburan sekolah yang dapat menjadi pendorong pergerakan mesin-mesin ekonomi domestik sepanjang triwulan III.
“Namun, kalau dibandingkan dengan negara lain, kita lihat Singapura juga (pertumbuhan ekonominya) relatif rendah di 4,1 persen, Arab Saudi sebesar 2,1 persen, Amerika Serikat sebesar 2,8 persen, dan Meksiko sebesar 1,5 persen,” ujar Airlangga.
Ia menuturkan bahwa pertumbuhan tersebut dicapai Indonesia dengan inflasi yang rendah sebesar 1,7 persen (yoy) pada Oktober 2024 serta rasio utang yang terkendali pada level 39,4 persen di tengah meningkatnya tensi geopolitik global, belum pastinya hasil pemilu Amerika Serikat, serta pelemahan daya beli kelas menengah.