Bagikan:

LABUAN BAJO - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap seluruh pihak yang terkait seperti Self Regulatory Organizations (SRO) dalam pelaksanaan transaksi bursa karbon untuk dapat melakukan evaluasi, lantaran transaksi bursa karbon masih minim.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi berharap akan ada langkah evaluasi bursa karbon sejalan dengan wujud dari komitmen Indonesia menuju nol emisi atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.

"Kami menyambut baik kalau ada evaluasi gitu ya. Tentunya evaluasi itu kalau sepemahaman saya, tidak hanya terhadap bursa karbon, tetapi seluruh ekosistem yang melingkupi bursa karbon," ujar Inarno disela acara Capital Market Journalist Workshop, Kamis, 31 Oktober.

Inarno menjelaskan evaluasi tersebut terdiri dari beberapa ekosistem yang berkaitan dengan kelancaran transaksi bursa karbon yaitu pemberlakuan pajak karbon, hingga perizinan perdagangan karbon.

"Yang perlu kita ketahui bahwasannya bursa karbon itu kan bagian daripada secara keseluruhan. Adalah bagian untuk secondary-nya. Nah untuk primarynya pun juga harus didorong kan. Kira-kira begitu. Primary-nya tentunya ada di KLHK dan kelembagaan yang terkait," ujarnya.

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan transaksi perdagangan bursa karbon hanya sebesar Rp37 miliar, setelah selama setahun resmi beroperasi atau sejak September 2023.

Adapun, nilai tersebut masih sangat kecil atau tidak sampai 1 persen jika dibandingkan dengan target potensi nilai kredit karbon di Indonesia yang bisa mencapai Rp3.000 triliun.

"Saat ini transaksi Bursa Karbon Indonesia telah diperdagangkan dengan nilai lebih dari Rp37 miliar," uja Direktur Utama BEI Iman Rachman disela acara Peringatan Satu Tahun Bursa Karbon, Kamis, 3 Oktober.

Total transaksi tersebut tercatat usai jumlah Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) atau kredit karbon yang diperdagangkan sebesar 613.894 ton CO2 ekuivalen, dengan pengguna jasa sebanyak 81.

Adapun dari 613.894 ton yang diperdagangkan ada lebih dari 420,150 ton unit karbon yang telah digunakan sebagai offset melalui proses retirement, yang berasal dari 3 proyek SPE-GRK yakni Lahendong Unit 5 & 6 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang milik PLN, dan Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul.

"Kalau pun sekarang itu masih cetek, ya tentunya kita mesti sadari ya memang baru satu tahun gitu kan. Tetapi hal-hal lain yang perlu kita perbaiki ya harus kita perbaiki," jelasnya.