Bagikan:

JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi melaporkan hingga 31 Mei 2024 nilai transaksi di Bursa Karbon atau IDX Carbon sebesar Rp36,77 miliar.

"Sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 31 Mei 2024, tercatat 62 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 608.427 tCO2e dan akumulasi nilai sebesar Rp36,77 miliar," ujarnya dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulan Mei 2024, Senin, 10 Juni.

Inarno menyampaikan nilai transaksi di Bursa Karbon yang mencapai Rp36,77 miliar dengan rincian nilai transaksi 26,86 persen di Pasar Reguler, 22,88 persen di Pasar Negosiasi dan 50,26 persen di Pasar Lelang.

Menurut Inarno, potensi Bursa Karbon ke depannya masih sangat besar mempertimbangkan terdapat 3.765 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang dapat ditawarkan.

Adapun nilai transaksi di bursa karbon tersebut cenderung masih minim tercermin pada 30 April 2024, nilai transaksi di bursa karbon sebesar Rp35,31 miliar, dengan jumlah pengguna sebanyak 57 pengguna.

Oleh sebab itu, selama sebulan periode April hingga Mei, transaksi di bursa karbon hanya bertambah sebesar Rp1,46 miliar dengan jumlah pengguna bertambah lima pengguna.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo meresmikan Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) pada tanggal 26 September 2023 sebagai bentuk dukungan dalam pencapaian NDC Indonesia, yang mengakomodasi kebutuhan perdagangan karbon di Indonesia.

IDX Carbon/Indonesia Carbon Exchange merupakan merek Carbon Exchange yang dijalankan oleh Bursa Efek Indonesia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Boby Wahyu Hernawan mengakui transaksi di bursa karbon masih minim sejak diluncurkan pada 26 September 2023 dengan nilai transaksi sebesar Rp35,3 miliar, sebanyak 57 pengguna jasa telah melakukan transaksi dalam bursa karbon.

Selain itu, total volume perdagangan karbon mencapai 572 ribu ton CO2 ekuivalen dengan jumlah frekuensi transaksinya mencapai 60.

Boby mengungkapkan, transaksi karbon saat ini masih kecil karena supply dan demand masih minim, lantaran dari berbagai pihak belum memahami adanya nilai ekonomi dari karbon yang dapat di monetisasi, bahkan bisa diperdagangkan.

“Nah sekali lagi peran dari kita untuk menggalakkan ke semua pihak untuk bisa melakukan upaya pengurangan CO2 dan mendapatkan manfaat dari bursa karbon,” tutur Boby dalam media gathering, Rabu, 29 Mei.

Selain itu, Boby menyampaikan kedepannya perlu melakukan berbagai upaya agar dapat mendongkrak kenaikan transaksi bursa karbon sejalan dengan potensi supplier pengurangan karbon yang dinilai bermanfaat terutama untuk sektor kehutanan.