Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, kinerja lifting minyak dan gas bumi RI tahun 2024 berbanding terbalik dengan kinerja pada tahun 1990-an.

Menurutnya, pada tahun 1996-1997 RI pernah mencapai pincak kejayaan dalam hal lifting minyak dan gas bumi di mana lifting minyak pada saat itu mencapai 1,6 juta barel minyak per hari (BOPD). Selain lifting, konsumsi minyak mentah RI pada saat itu tercatat hanya sebesar 600 hingga 700.000 BOPD.

"Saat itu 40-50 persen pendapatan negara bersumber dari oil and gas. Makanya kita masuk negara OPEC," ujar Bahlil dalam sambutannya di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu, 9 Oktober.

Bahlil melanjutkan, kemudian terjadi Reformasi pada tahun 1998 yang menyebabkan Pertamina tidak lagi langsung berada di bawah presiden melainkan di bawah naungan Kementerian BUMN yang diiringi penurunan lifting.

Sementara itu pada tahun 2023, lifting minyak RI merosot menjadi hanya sebesar 605.000 BOPD. Bahlil melanjutkan, lifting tahun 2024 juga tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Sementara dari sisi konsumsi, tercatat konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,6 juta BOPD dengan 1 juta di anatranya diimpor dari negara penghasil minyak.

"Jadi terbalik 30 tahun lalu antara lifting dan ekspor berbalik dengan lifting dan impor tahun 2023. Jadi 1996-1997 kita ekspor 1 juta barel, 2023 kita impor 1 juta barel. Ini kondisi bangsa kita," beber dia.

Lebih lanjut Bahlil mengatakan saat ini pemerintah mendorong KKKS untuk melakukan intervensi teknologi atas sumur-sumur minyak RI. Ia mencontoh interensi yang dilakukan oleh ExxonMobil yang mampu meningkatkan liftingnya menjadi 150.000 BOPD dnegan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR).

Dengan teknologi ini, kata dia, dapat meningkatkan lifting hingga 20 persen.

"Kalau 600.000 ini dikali 20 persen kan bisa dapat 120.000 barel dan ini kita sudah lakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan dari Amerika, China, salah satu intervensi teknologinya adalah EOR," tandas Bahlil.