Bagikan:

JAKARTA - SKK Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama Medco E&P Natuna Ltd. (Medco E&P) memenuhi target penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada proyek konversi kapal tanker menjadi Floating Production Storage and Offloading (FPSO) Marlin Natuna.

Proyek konversi FPSO pertama di Indonesia yang dikerjakan oleh PT Hanochem Tiaka Samudera dan PT PaxOcean Batam itu mampu mencapai target TKDN sebesar 80 persen dan dikerjakan oleh 1.386 pekerja Indonesia atau 99 persen dari total tenaga kerja yang terlibat.

Deputi Eksploitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wahju Wibowo melalui tayangan video dari Jakarta dalam acara pelayaran (sail away) perdana FPSO Marlin Natuna di PaxOcean Pertama Shipyard, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Senin mengapresiasi capaian TKDN dalam pengerjaan Proyek FPSO Marlin Natuna.

Menurutnya, pembangunan FPSO Marlin Natuna mampu menciptakan multiplier effect bagi perekonomian nasional dan terutama perekonomian daerah.

"Dengan total investasi yang dibutuhkan untuk pengerjaan proyek Forel-Bronang secara keseluruhan mencapai sekitar 236 juta dolar AS atau sekitar Rp3,5 triliun, kami berharap investasi tersebut tidak hanya berhasil mewujudkan fasilitas produksi hulu migas, tetapi juga mampu menciptakan multiplier effect bagi perekonomian serta terciptanya lapangan pekerjaan," kata Wahju, dikutip dari Antara, Senin 30 September.

Menurut dia, capaian tersebut menjadi bukti bahwa industri hulu migas memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan industri dalam negeri dan terus berkontribusi dan memberikan multiplier effect," ungkapnya.

Sedangkan, Direktur Utama Medco E&P Ronald Gunawan mengatakan tercapainya target TKDN dalam Proyek FPSO Marlin Natuna merupakan hasil kolaborasi yang baik antara industri hulu migas dengan industri dalam negeri .

"Keberhasilan mencapai TKDN sebesar 80 persen dan penyerapan maksimal tenaga kerja dari Indonesia membuktikan bahwa dengan sinergi yang baik, kita dapat membangun industri hulu migas yang mandiri dan berdaya saing. Saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang terlibat dalam proyek ini," kata Ronald.

Secara rinci, Contract and Procurement Manager PT Hanochem Juli Indira Wardhana menjelaskan kerja sama dengan berbagai perusahaan lokal dilakukan, di antaranya untuk memproduksi komponen-komponen kritis seperti kabel, pembakaran gas suar (flaring tip), dan bejana tekan (pressure vessel).

"Tak hanya itu, seluruh fabrikasi module FPSO ini juga dikerjakan oleh perusahaan lokal di wilayah Batam dengan melibatkan tenaga kerja lokal berpengalaman dan fresh graduate yang diberikan kesempatan berkontribusi di proyek nasional ini," ujar Juli.

Terkait penyerapan tenaga kerja Indonesia, Managing Director dan Chief Executive Officer PaxOcean Group Tan Thai Yong mengatakan pengerjaan proyek FPSO Marlin Natuna juga memberi kesempatan kepada para fresh graduate untuk berpartisipasi agar mendapatkan pengalaman yang bernilai.

"Kami berharap mereka juga dapat membagikan ilmu yang didapat dari dalam proyek ini kepada rekan-rekan lainnya sehingga memicu semangat membangun dan memajukan Indonesia di bidang industri migas," ucapnya.

Marlin Natuna merupakan proyek konversi kapal tanker pertama menjadi FPSO di Indonesia. FPSO Marlin Natuna yang memiliki kapasitas produksi 250.000 barel itu akan menampung minyak bumi dari proyek Forel di Natuna, Kepulauan Riau (Kepri). Proyek Forel merupakan proyek minyak terbesar yang akan onstream di 2024 dengan perkiraan produksi sebesar 10.000 barel minyak per hari (BOPD).