Bagikan:

JAKARTA - Penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat sektor kesehatan mendapatkan keuntungan.

“Kalau nilai tukar menguat, artinya sektor yang mendapat keuntungan adalah sektor kesehatan. Jadi bukan cuma properti (atau) perbankan, kesehatan juga mendapatkan sentimen yang positif,” ujar Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati mengutip Antara.

Misalnya, saham PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) dan PT Siloam International Hospitals Tbk masing-masing menguat 3,82 persen per Kamis, 12 September dan 2,43 persen per Jumat, 13 September.

Dia memperkirakan nilai tukar rupiah akan stabil berada di kisaran Rp15.500-Rp15.900 per dolar AS.

“Kondisi yang kondusif untuk nilai tukar rupiah ini tentunya memberikan sentimen yang positif juga untuk sektor kesehatan dan berbagai sektor lainnya secara tidak langsung,” ucap Ike.

Jika melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 13,97 poin atau 0,18 persen ke posisi 7.812,12 pada Jumat, lima sektor yang menguat antara lain sektor teknologi sebesar 4,09 persen, diikuti sektor kesehatan dan sektor barang konsumen non primer yang masing-masing naik 0,76 persen dan 0,58 persen

Dalam kesempatan tersebut, dia turut menerangkan potensi nilai tukar rupiah apabila Indonesia masuk menjadi anggota BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).

Upaya BRICS melakukan dedolarisasi memperoleh ancaman dari calon presiden AS Donald Trump yang berjanji memberlakukan tarif 100 persen terhadap barang-barang dari negara-negara yang tak lagi menggunakan dolar AS dalam perdagangan internasional.

Walaupun ada isu bahwa Indonesia bakal bergabung BRICS dari tahun 2021, tetapi hingga kini masih belum masuk dan peluang terlibat ke organisasi tersebut diputuskan pada masa pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.

“Kalau menurut saya sih kayaknya kita nggak bakal bergabung ke BRICS, karena sudah takut nih kalau misalnya Trump yang terpilih. Kayaknya, pemerintah kita yang nantinya Pak Prabowo mungkin dia juga akan mempertimbangkan kalau masuk BRICS memang secara nilai tukar kita bakal lebih strong (kuat), tapi dampak ke ekonomi kalau kita diterapkan tarif 100 persen oleh US, kocak-kacir juga,” ungkap dia.

“Kalau misalnya nanti Kamala Harris yang jadi presiden, ya bisa lah dibicarakan masuk ke BRICS. Cuma kalau Trump yang jadi presiden, aduh ngeri,” kata Ike.