JAKARTA - Saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) ditutup melemah 0,89 persen ke level Rp 2.220 pada perdagangan Kamis, 5 September 2024 dan secara year to date (ytd) saham ini anjlok 37,11 persen.
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menyampaikan penurunan harga UNVR sebesar 37,11 persen secara (ytd) disebabkan tren kinerja yang cenderung terkontraksi beberapa kuartal terakhir.
"Seperti di semester I-2024 tercatat laba sebesar Rp2,47 triliun atau turun 10,6 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dan selama tahun 2023 tercatat laba sebesar Rp4,8 triliun atau turun 10,5 persen (yoy)," jelasnya kepada VOI, Kamis, 5 September.
Selain itu, Audi menyampaikan sebagai dividen player paska COVID-19 nilai per lembar yang dibagikan semakin mengecil, terlihat pada tahun 2018 dividen per lembar sebesar Rp915 dan di 2019 sebesar Rp1.205. Sedangkan pasca COVID-19 yakni 2020 nilai dividen per lembar sebesar Rp194, pada 2021 sebesar Rp166 dan pada tahun 2022 sebesar Rp153 per lembar.
"Sehingga ini yang membuat saham UNVR cenderung terus dilepas oleh investor," ujarnya.
Menurut Audi pada tahun 2024, ditambah dengan gejolak ketidakpastian ekonomi dan potensi perlambatan akibat daya beli masyarakat yang menurun dari pengetatan kebijakan moneter dan peraturan pemerintah sehingga semakin menekan sektor konsumer.
Senada, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menjelaskan turunnya saham UNVR diakibatkan kinerja yang mengalami penurunan akibat penurunan permintaan.
"Sebenarnya kinerja ini mengalami penurunan demand ya. Ya walaupun terkait dengan kinerja," ujarnya.
BACA JUGA:
Nafan berharap kedepannya saham UNVR dapat menunjukan perbaikan kinerja dan fundamentalnya tetap kuat dan harus mengeluarkan produk baru.
"Paling penting adalah inovasi produk ya, itu yang paling esensial.Kalau tidak, kinerja-kinerja baru ini akan mengalami penurunan ya, karena lack of innovation," jelasnya.
Menurut Nafan kinerja Unilever berbeda dengan ICBP, INDF dan Mayora yang mengalami kenaikan harga saham yang dipengaruhi peningkatan kinerja top line dan bottom line.
"Tapi kalau di Unilever, ya sebenarnya kembali lagi harus perlu inovasi bisnis ya," pungkasnya.