JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) diperkirakan akan meningkat cukup substansial di tahun mendatang, terutama didorong oleh SBN yang akan jatuh tempo pada tahun 2025.
Selama periode pandemi, Josua menyampaikan defisit APBN melebar dan dibiayai oleh penerbitan SBN secara besar-besaran, dengan obligasi yang akan jatuh tempo antara tahun 2024 - 2026.
"Tren obligasi yang jatuh tempo akan terus berlanjut hingga setidaknya tahun 2026. Menurut perhitungan kami, sekitar Rp1.260,6 triliun penerbitan SBN bruto diperlukan untuk menutupi defisit yang ditargetkan dalam APBN 2025," jelasnya kepada VOI, Kamis, 22 Agustus.
Josua menyampaikan meskipun pasokan SBN tahun 2025 diperkirakan akan meningkat secara signifikan dibandingkan dengan tahun 2024, dan pihaknya masih mengantisipasi penurunan imbal hasil SBN di tahun mendatang.
"Perkiraan ini mengasumsikan bahwa tahun 2025 akan terjadi aliran masuk modal asing ke pasar SBN, didorong oleh sentimen risk-on yang muncul di tengah penurunan suku bunga kebijakan global, terutama penurunan FFR oleh Fed," tuturnya.
Menurut Josua, perkembangan ini dapat meningkatkan risk appetite investor, sehingga meningkatkan permintaan terhadap aset keuangan di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Josua menyampaikan akibatnya, hal ini memungkinkan Bank Indonesia untuk menurunkan BI-rate lebih lanjut sebesar 75 bps di tahun 2025, melanjutkan ekspektasi penurunan suku bunga acuan BI sebesar 50 bps di semester II-2024, sehingga berpotensi menurunkan imbal hasil SBN lebih lanjut.
BACA JUGA:
Josua menjelaskan, meningkatnya permintaan investor asing terhadap SBN, prospek ekonomi Indonesia yang baik, dan potensi penurunan BI-rate akan memitigasi dampak peningkatan penerbitan SBN terhadap imbal hasil. Hal ini juga akan berkontribusi pada tren apresiasi Rupiah di tahun 2025.
Selain itu, jika terjadi kondisi ekonomi atau pasar yang kurang baik, Josua berharap, pemerintah dapat menjaga stabilitas melalui penggunaan SAL.
"Mempertimbangkan kondisi pasar SBN di tahun 2025, kami memperkirakan imbal hasil SBN tenor 10 tahun akan berkisar antara 6,10 persen - 6,40 persen, menurun dari proyeksi kami di tahun 2024 yang sebesar 6,50 persen - 6,70 persen," ujarnya.
"Kami memperkirakan Rupiah akan terapresiasi menjadi antara Rp14.900-Rp15.300 per dolar AS di akhir tahun 2025, dibandingkan dengan perkiraan kami di kisaran Rp15.500-Rp15.900 per dolar AS di akhir tahun 2024," pungkasnya.