Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan menganggarkan dana sebesar Rp204,5 triliun untuk subsidi Energi pada tahun 2025. Jumlah ini terpantau mengalami kenaikan dari outlook tahun 2024 yang diperkirakan mencapai Rp192,8 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan, anggaran tersebut terdiri dari subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) dan elpiji tabung 3 kg sebesar Rp114 triliun. Jumlah ini juga mengalami kenaikan dari tahun 2024 tang ditetapkan sebesar Rp112 triliun. Sementara itu subsidi listrik ditetapkan sebesar Rp90.2 tiliun.

Dikutip dari Buku II Nota Keuangan disebutkan, dalam RAPBN tahun anggaran 2025 tersebut masih dialokasikan belanja subsidi elpiji tabung 3 kg dan subsidi listrik rumah tangga berbasis komoditas.

Disebutkan juga kebijakan transformasi subsidi energi menjadi subsidi berbasis orang atau penerima manfaat akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.

Kemudian anggaran subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) dan elpiji tabung 3 kg dalam RAPBN tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp114 triliun atau lebih tinggi 2,0 persen apabila dibandingkan dengan outlook tahun anggaran 2024 sebesar Rp112 triliun.

Anggaran Subsidi Jenis BBM Tertentu dan elpiji tabung 3 kg dalam tahun anggaran 2025 diarahkan untuk melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk minyak solar dan subsidi (selisih harga) untuk minyak tanah dan LPG Tabung 3 Kg; melanjutkan kebijakan subsidi BBM tepat sasaran dan melanjutkan upaya transformasi subsidi elpiji tabung 3 kg menjadi berbasis penerima manfaat dan terintegrasi dengan data penerima manfaat yang akurat.

Kemudian perhitungan anggaran Subsidi Jenis BBM Tertentu dan elpiji tabung 3 kg tahun anggaran 2025 tersebut menggunakan asumsi dan parameter, antara lain nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan ICP; subsidi tetap minyak solar sebesar Rp1.000 per liter; volume BBM jenis solar sebesar 18.885 ribu kiloliter (KL) dan minyak tanah sebesar 525.000 kiloliter; dan volume elpiji tabung 3 kg sebesar 8.170 juta kg.

Sementara itu untuk subsidi listrik, peningkatan alokasi subsidi ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik serta peningkatan volume listrik bersubsidi. Kenaikan BPP tersebut disebabkan antara lain oleh: Pertama, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kedua, peningkatan pemakaian bahan bakar biomassa untuk co-firing PLTU. Ketiga, kenaikan bauran energi BBM dalam rangka meningkatkan keandalan pasokan listrik khususnya di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).