Bagikan:

JAKARTA - Perkumpulan Underwriter Jiwa Indonesia (PERUJI) kembali menggelar Indonesia Underwriting Summit (IUS) 2024 dengan tema “Team Up and Accelerate! Underwriting- Claim Collaboration to Enhance Business Process and Portfolio”. Sesuai dengan temanya, perayaan tonggak sejarah satu dasawarsa PERUJI ini tidak hanya menandai komitmen PERUJI untuk memajukan profesi underwriting tetapi juga berfungsi sebagai semangat kolaborasi dan inovasi dalam industri asuansi.

Ketua PERUJI yang juga menjabat sebagai Strategic Development Division Head PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) (Indonesia Re), Radix Yunanto mengungkapkan “Summit ini bertujuan untuk menyelami lebih dalam kekuatan transformatif sinergi antara underwriting dan Manajemen Klaim. Dengan memperkuat sinergi ini, kami berupaya untuk menyederhanakan proses bisnis, memastikan ketahanan dan kemampuan beradaptasi yang lebih besar dalam menghadapi dinamika pasar yang terus berkembang,” jelas Radix dalam keterangan media, Jumat, 16 Agustus.

Ditambahkan oleh Ketua Panitia Indonesia Underwriting Summit ke-5 Zulhamdi Rahman, puncak acara tersebut berlangsung di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 14 dan 15 Agustus 2024. Dalam Summit tersebut, turut hadir Deputi Komisioner Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Iwan Pasila, Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Yulius Bhayangkara, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon, Ketua Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI) Dr. Robby Loho, APAI, CIIB, AAI-K, ICBU, ICPU, AMRP, FMII, ANZIIF (SNR.ASSOC) CIP, Ketua Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) Paul Setio Kartono, Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof dr Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Phd, AAK, para pemimpin industri, pakar, dan pemangku kepentingan dari seluruh Industri Asuransi di Indonesia.

Tren Kenaikan Klaim Industri Asuransi Jiwa

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyoroti tren kenaikan klaim atas asuransi kesehatan yang terus berlanjut hingga 2024. Pada periode Januari hingga Maret 2024, industri asuransi jiwa di Indonesia telah membayarkan klaim asuransi kesehatan sebesar Rp5,96 triliun. Angka ini naik cukup tinggi yakni sebesar 29,6% dibandingkan periode yang sama di tahun 2023.

Dalam catatan AAJI, pertumbuhan klaim kesehatan selalu berada di kisaran antara 25% sampai dengan 30% sejak pertengahan tahun 2022. Angka tersebut telah melampaui tingkat medical inflation (inflasi medis) yang terjadi di Indonesia, yang besarnya 13% pada tahun 2023. Secara nominal, klaim asuransi kesehatan kumpulan mengalami kenaikan 21,9% menjadi Rp2,07 triliun q-t-q dan naik 32% dibandingkan kuartal I-2022.

Profesi underwriter dan manajemen klaim adalah jantung industri asuransi yang keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam proses kerjanya. Underwriter berperan dalam proses identifikasi dan seleksi risiko (underwriting) dengan tujuan agar calon tertanggung mendapatkan beban premi yang sesuai dengan risiko yang dimiliki. Dengan proses tersebut, diharapkan akan tercipta keadilan dalam pembebanan premi bagi perusahaan asuransi dan juga nasabah.

Radix menjelaskan, tren kenaikan klaim di industri asuransi jiwa seperti saat ini menjadi alarm bagi kami untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi antara underwriter dengan manajamen klaim. “Proses underwriting menjadi vital karena setelah identifikasi risiko selesai dilakukan, barulah underwriter bisa mengelompokan calon tertanggung ke dalam kategori risiko yang sesuai, yaitu: declined risk, substandard risk, standard risk, dan preferred risk. Di sini, peran underwriter dan manajemen klaim sangat berkaitan erat. Karena kategori risiko inilah yang akan menjadi panduan bagi manajemen klaim dalam mengabulkan klaim yang diajukan nasabah,” ujarnya.

Sinergi antara underwriter dengan manajemen klaim saat ini dianggap masih belum optimal dan bisa ditingkatkan. Sehingga hal ini menjadi momentum penyelenggaraan Indonesia Underwriting Summit (IUS) ke-5 untuk mengangkat tema "Team Up and Accelerate! Underwriting- Claim Collaboration to Enhance Business Process and Portfolio".

Kemudian AAJI juga mengamati, pengajuan klaim asuransi meningkat sangat signifikan dalam tiga tahun terakhir usai pandemi Covid-19. Sebagai perbandingan, pada kuartal pertama 2022 angka pengajuan klaim itu berada pada kisaran Rp3,32 triliun, lalu meningkat menjadi Rp4,6 triliun pada kuartal I-2023, dan kemudian melonjak hingga Rp5,96 triliun pada kuartal I-2024.

Termasuk dalam tren ini adalah kenaikan klaim asuransi kesehatan perorangan yang mencapai Rp3,89 triliun (naik 34% q-t-q) selama periode Januari-Maret 2024. Dibandingkan kuartal pertama-2022, angka tersebut juga mencerminkan adanya peningkatan yang sangat signifikan dengan prosentase mencapai 42,7%.

Tren ini mendapatkan perhatian serius dari Otoritas Jasa Keuangan. Deputi Komisioner Pengawas Perasuransian, Penjaminan & Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila pada sambutannya di kegiatan IUS 2024 mennyampaikan “sebuah perusahaan asuransi harus bisa melakukan profiling dan mapping risiko sesuai dengan segmentasi pasar serta tantangannya dimana proses underwriting dan claim menjadi kunci keberhasilannya,” ujar Iwan.

Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon mengungkapkan, ”underwriter dan claim merupakan 2 dari 3 profesi terpenting di asuransi jiwa selain aktuaris, sesuai dengan roadmap asuransi jiwa yang disusun oleh OJK mengenai penguatan dan pengembangan profesi. Sehingga fungsi dari underwriting untuk profiling dari calon tetanggung bisa secara presisi” ungkap Budi.

Selanjutnya Ketua Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) Paul Setio Kartono menambahkan, “kolaborasi antara underwriter, klaim dan aktuaris sangat diperlukan untuk kemajuan perusahaan dan juga industri asuransi, agar tidak ada saling tunjuk mencari kesalahan namun saling mencari solusi” tambah Paul.

Kemudian sebagai pimpinan penyedia layanan asuransi kesehatan terbesar di Indonesia, Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Phd., AAK menyatakan “BPJS berkomitmen untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan secara komprehensif kepada seluruh rakyat Indonesia. Dan dengan adanya kolaborasi klaim dan layanan pendukung lainnya akan bisa meningkatan kualitas layanan serta membuat BPJS sebagai asuransi kesehatan sosial tidak menerus deficit, namun bisa menunjukkan angka surplus,” pungkas Prof. Ali.