JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis, 15 Agustus 2024 diperkirakan akan bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Rabu, 14 Agustus 2024, Kurs rupiah di pasar spot ditutup turun 1 persen di level Rp15.675 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 1,22 persen ke level harga Rp15.691 per dolar AS.
Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan data indeks harga produsen yang lebih lemah dari perkiraan pada hari Selasa meningkatkan harapan bahwa inflasi mereda, dan Federal Reserve akan memiliki lebih banyak dorongan untuk memangkas suku bunga.
"Pembacaan tersebut muncul tepat sebelum data inflasi indeks harga konsumen, yang akan dirilis pada hari Rabu, dan juga diharapkan menunjukkan inflasi mereda pada bulan Juli, meskipun sedikit," ujarnya dalam keterangannya, dikutip Kamis, 15 Agustus.
Ibrahim menyampaikan prospek pemangkasan suku bunga menghadirkan prospek yang lebih cerah bagi ekonomi AS, terutama di tengah kekhawatiran baru-baru ini bahwa pertumbuhan yang melambat akan membutuhkan pemangkasan suku bunga lebih lanjut dari Fed.
Menurut CME Fedwatch, para pedagang sedikit lebih condong ke arah pemangkasan 50 basis poin pada bulan September dibandingkan pemangkasan 25 bps setelah data hari Selasa. Selain data inflasi, data produksi industri dan penjualan ritel dari AS dan Tiongkok juga akan dirilis minggu ini.
Pasar juga menunggu tanda-tanda langkah selanjutnya oleh Iran, yang telah bersumpah untuk memberikan tanggapan keras terhadap pembunuhan seorang pemimpin Hamas akhir bulan lalu, yang menurut Teheran dilakukan oleh Israel. Israel tidak membenarkan atau membantah keterlibatannya.
Angkatan Laut AS telah mengerahkan kapal perang dan kapal selam ke Timur Tengah untuk memperkuat pertahanan Israel. Laporan semalam mengatakan Hamas telah meluncurkan beberapa roket ke Tel Aviv.
Dari sisi dalam negeri, pasar merespon positifsetelah pemerintah mengungkapkan kondisi ekonomi global tengah mengalami kondisi pelemahan yang dalam. Sektor manufaktur Indonesia menjadi salah satu ‘korban’ akibat pelemahan tersebut.
Data Indeks Manajer Pembelian/ Purchasing Manager’s Index (PMI) yang dirilis S & P Global menunjukkan posisi Indonesia berada di level 49,3 pada Juli 2024. Angka tersebut merupakan yang terendah dalam tiga tahun terakhir.
Pelemahan kinerja manufaktur juga terjadi pada negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat di level 49,6 dan China di level 49,8. Ini menggambarkan lingkungan global tidak stabil, bahkan hostile to each other. Ini menyebabkan ekonomi relatif berhenti atau stagnan.
Ada banyak faktor yang menyebabkan ekonomi global mengalami tekanan. Diantaranya yang paling kentara adalah kondisi ekonomi AS yang dikabarkan terancam resesi.
Ibrahim menyampaikan hal itu karena para pelaku pasar keuangan memperkirakan AS bakal mengalami hard landing usai mengalami inflasi yang tinggi. Inilah yang terjadi pada minggu lalu yang menunjukkan volatilitas besar dari sisi ekonomi AS dan pengaruhnya ke seluruh dunia.
BACA JUGA:
Sedangkan, kondisi perekonomian di Eropa masih terpantau rentan karena sentimen geopolitik serta perang antara Ukraina dan Rusia. Kemudian, perekonomian China mengalami pertumbuhan yang melambat pada kuartal II 2024 di angka 4,7 persen, diantaranya karena masalah pinjaman dalam negeri yang besar.
Dari sisi politik, masalah perang antara Ukraina-Rusia serta perang Timur Tengah yang masih bergejolak usai terbunuhnya Ismail Haniyeh menjadi sentimen yang menggoncangkan kondisi perekonomian global. Sehingga ekonomi global diperkirakan masih akan melambat.
Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat pada perdagangan Kamis, 15 Agustus 2024 dalam rentang harga Rp15.600 - Rp15.710 per dolar AS.