Bagikan:

JAKARTA - Jakarta dipastikan tak lagi menjadi ibu kota Indonesia. Hal ini tercermin dari upaya pemerintah yang sedang membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).

Terkait hal tersebut, Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan alasan dipilihnya Kaltim sebagai ibu kota baru.

"Saya kira yang orang pasti banyak tahu, dari segi risiko bencana terutama bencana yang sifatnya vulkanologi dia (Kaltim) yang paling kecil," ujar Bambang dalam diskusi peluncuran buku 9 Alasan dan 8 Harapan Memindahkan Ibu Kota di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu, 14 Agustus.

"Bukan berarti tidak ada. Kami enggak bisa juga mendahului yang di atas sana (dengan) mengatakan pasti dari sisi bencana tidak ada, bencana bisa saja terjadi. Tapi, kan, kami ingin melakukan manajemen risiko," sambungnya.

Bambang menyebut, saat itu pemerintah telah sepakat untuk memilih Kaltim sebagai ibu kota baru dikarenakan daerah tersebut memiliki risiko bencana yang kecil.

"Kami pilih daerah yang risikonya paling kecil dibandingkan lainnya. Bahwa di situ ada banjir, ya, wajar karena memang curah hujan di Indonesia itu lumayan tinggi. Jadi, kami sepakat Kalimantan dan kemudian akhirnya Kaltim, yakni Penajam Paser Utara," katanya.

Mulanya, pemerintah memilih Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai ibu kota baru.

Namun, kata Bambang, dua lokasi yang diajukan tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai ibu kota.

"Tadinya mau Kalteng, tapi kami lihat dua lokasi di Kalteng yang diajukan. Satu terletak di daerah gambut, jadi sangat berisiko dengan kebakaran hutan dan yang kedua itu agak terlalu jauh dan terpencil. Jadi, akan mahal sekali untuk membangun. Sehingga, akhirnya kami pilih Kaltim," ucapnya.

Sebab, kata Bambang, di Kaltim sendiri memang ada tanah yang tidak perlu dibebaskan karena itu dikuasai negara.

"Yang Kalteng itu keduanya jauh dari laut. Nah, kenapa harus ada dekat dengan laut. Ini negara kepulauan akan sangat aneh kalau ibu kotanya sudah negara kepulauan, tapi nyari ibu kota jauh-jauh dari laut," tuturnya.

Kemudian, lanjut Bambang, alasan berikutnya adalah karena pemerintah ingin membangun suatu ibu kota negara dan pemerintah yang merupakan bagian dari sistem perkotaan.

"Jadi, yang kami bangun bukan hanya kota, yaitu IKN. Yang kami ingin bangun adalah sistem perkotaan atau yang dalam Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) kami sebut sebagai aglomerasi. Kami ingin ciptakan aglomerasi baru antara IKN Nusantara, Balikpapan dan Samarinda," pungkasnya.