Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa, 13 Agustus 2024 diperkirakan akan bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Senin, 12 Agustus 2024, Kurs rupiah di pasar spot ditutup turun 0,19 persen di level Rp15.955 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 0,30 persen ke level harga Rp15.963 per dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan pasar telah mengalami minggu yang kacau, sebagian besar dipicu oleh angka penggajian AS yang secara mengejutkan lemah seminggu yang lalu yang menyebabkan saham global jatuh.

"Namun pasar menganggap kekhawatiran atas resesi AS terlalu berlebihan, dengan fokus beralih langsung ke serangkaian pembacaan inflasi utama minggu ini. Disisi lain pasar Jepang hari ini libur nasional," ujar Ibrahim dalam keterangannya, dikutip Selasa, 13 Agustus.

Ibrahim menyampaikan fokus minggu ini juga tertuju pada pembacaan inflasi dari serangkaian ekonomi utama minggu ini, terutama inflasi indeks harga konsumen AS yang akan dirilis pada hari Rabu, dan diperkirakan akan menunjukkan sedikit penurunan inflasi hingga Juli, yang menjadi pertanda baik bagi ekspektasi penurunan suku bunga pada bulan September.

"Peluang Fed memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan kebijakan berikutnya pada 17-18 September turun menjadi 52 persen, dari 69 persen sehari sebelumnya, dengan pemangkasan 25 basis poin sekarang dianggap memiliki probabilitas 49 persen, menurut FedWatch Tool milik CME Group," ujarnya.

Selain itu, sentimen terhadap Tiongkok tetap dibatasi oleh kekhawatiran yang terus-menerus atas melambatnya pemulihan ekonomi di negara tersebut, terutama setelah serangkaian pembacaan yang lemah pada bulan Juli. Meskipun data inflasi terkini menunjukkan beberapa perbaikan, masih harus dilihat apakah tren disinflasi Tiongkok sedang berbalik.

Dari sisi dalam negeri, Konsumsi yang stagnan hingga dinamika harga komoditas menjadi sejumlah faktor yang akan mempengaruhi perekonomian Indonesia lima tahun ke depan. International Monetary Fund (IMF) meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan di level 5,1 persen hingga 2029.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi RI 2024 dari IMF adalah 5,0 persen. Pertumbuhan ekonomi itu didukung oleh peningkatan konsumsi publik dan pertumbuhan investasi yang mengimbangi hambatan ekspor neto (net export) karena tekanan eksternal.

Pertumbuhan ekonomi akan sedikit meningkat menjadi 5,1 persen menurut IMF, melalui dukungan ekspansi fiskal. Inflasi utama juga diperkirakan tetap stabil di titik tengah dari rentang target yang dipatok pemerintah.

Angka 5,1 persen tetap berlaku dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 2029 menurut IMF. Artinya, terdapat kemungkinan periode pertama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan melanjutkan tren pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen.

Secara keseluruhan, IMF menilai kerangka kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan Indonesia telah memberikan landasan bagi stabilitas makro dan manfaat sosial. Kebijakan-kebijakan pemerintah dinilai berhasil fasilitasi pemulihan ekonomi dari guncangan global sejak 2020.

Secara umum, risiko yang dihadapi Indonesia relatif seimbang. Adapun, risiko negatif utama mencakup volatilitas harga komoditas yang terus menerus, seperti efek gejolak geopolitik; perlambatan mendadak perekonomian mitra dagang utama, hingga efek negatif dari kondisi keuangan global yang lebih ketat ke depannya.

Kebijakan moneter Indonesia juga dinilai sudah tepat, dengan kebijakan makroprudensial yang akomodatif sehingga mendukung pertumbuhan kredit dan likuiditas tetap aman. Kebijakan moneter harus selalu didorong oleh data, berdasarkan perkembangan kondisi domestik, hingga nilai tukar yang bisa meredam guncangan.

Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat pada perdagangan Selasa, 13 Agustus 2024 dalam rentang harga Rp15.900 - Rp16.090 per dolar AS.