Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ungkapkan pemerintah harus mempertimbangkan dengan bak kebijakan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai pemerintah harus mempertimbangkan dengan matang kebijakan untuk menaikkan tarif PPN, lantaran harus ada insentif fiskal yang relevan dengan kemampuan daya beli masyarakat dan juga sektor usaha agar terus berjalan dengan baik.

"Pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen membutuhkan kebijakan fiskal yang pro dengan pertumbuhan," ujarnya dalam keterangannya, Senin, 12 Agustus.

Berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Bank Mandiri menunjukkan kelas menengah mengalami penurunan dari 21,45 persen pada tahun 2019 menjadi 17,44 persen pada tahun 2023.

Sementara berdasarkan Lembaga Penyelidikan Ekonomi Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia juga menyebutkan 8,5 juta penduduk Indonesia turun ke kelas ekonomi yang lebih rendah dalam rentang 2018-2023.

Di sisi lain, berdasarkan data makro ekonomi menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia secara signifikan lebih dari 60 persen ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

Oleh sebab itu, Ajib menyampaikan kalau pelemahan daya beli masyarakat ini terus dibebani oleh kebijakan fiskal yang kontraproduktif, maka target pemerintah Prabowo Gibran yang membuat target pertumbuhan ekonomi cukup agresif, akan menghadapi kendala.

Ajib berharap, pemerintah bisa melakukan dua kebijakan yaitu yang pertama, untuk tetap menjaga daya beli masyarakat, pemerintah bisa menurunkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Adapun, sesuai dengan PMK Nomor 101 tahun 2016, besaran PTKP adalah sebesar Rp54 juta per tahun, atau ekuivalen dengan penghasilan Rp4,5 juta per bulan.

Ajib menyampaikan pemerintah bisa menaikkan, misalnya PTKP sebesar Rp100 juta. Hal ini bisa mendorong daya beli kelas menengah-bawah.

"Di kelas ini, setiap kenaikan kemampuan akan cenderung dibelanjakan, sehingga uang kembali berputar di perekonomian dan negara mendapatkan pemasukan," ujarnya.

Selanjutnya kebijakan kedua, yaitu pemerintah fokus mengalokasikan tax cost, dengan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor-sektor yang menjadi lokomotif penggerak banyak gerbong ekonomi, misalnya sektor property atau untuk sektor yang mendukung hilirisasi sektor pertanian, perikanan dan peternakan.

"Tetapi, secara kuantitatif harus dihitung betul bahwa tax cost ini satu sisi tetap memberikan dorongan private sector tetap bisa berjalan baik, dan di sisi lain penerimaan negara harus menghasilkan yang sepadan. Sehingga fiskal bisa tetap prudent," jelasnya.