Bagikan:

JAKARTA - Konsumsi kelas menengah yang tertahan tercermin pada realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2024 yang melambat disinyalir akibat sederet kebijakan pemerintah serta fluktuasi harga pangan.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan rentetan berbagai kebijakan pemerintah dari Tarif Efektif Rata-Rata (TER) PPh 21 individu yang disambung lagi kenaikan harga pangan karena El Nino dari akhir tahun lalu sampai lebaran tentu menahan belanja masyarakat kelas menengah.

"Kedua wacana UKT Pendidikan, lalu juga Tapera. Sehingga ini tentunya mempengaruhi juga sentimen konsumen khususnya kelas menengah,” ujarnya dalam acara PermataBank Virtual Media Briefing - PIER Economic Review: Mid-Year 2024, Kamis, 8 Agustus.

Josua menyampaikan pemerintah perlu berhati-hati dan mengkaji upang sebelum mengambil kebijakan ke depannya sehingga tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat. Mengingat masih terdapat rencana implementasi cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Untuk itu, Josua menyampaikan insentif fiskal bagi masyarakat sangat diperlukan dan menjadi hal yang penting untuk menjaga daya beli masyarakat. Seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk perumahan lantaran konsumsi masyarakat menjadi penting karena ekonomi Indonesia bergantung pada konsumsi rumah tangga.

Adapun pada kuartal II-2024, konsumsi rumah tangga memiliki porsi sebesar 54,53 persen dari total pertumbuhan ekonomi. Sementara PMTB dan ekspor berkontribusi masing-masing sebesar 27,89 persen dan 21,40 persen.

"Rencana kenaikan PPN di tahun depan ini pun juga saya pikir perlu dipertimbangkan oleh pemerintah untuk bisa memitigasi dampak perlambatan ekonomi domestik," jelasnya.

"Sehingga insentif lainnya lagi saya pikir perpanjangan dari PPN DTP, misalkan untuk perumahan, saya pikir ini menjadi salah satu kebijakan yang bisa dipertimbangkan. Selain tadi tentunya mengkaji ataupun menunda pengenaan ataupun penyusunan cukai untuk beberapa produk plastik (MBDK) dan juga yang baru-baru ini berkaitan wacana untuk konser musik," tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Head of Industry & Regional Research PIER Adjie Harisandi menyampaikan pada dasarnya kenaikan harga pangan cukup berdampak pada daya beli terutama kelas menengah lantaran, kelas menengah yang tidak memiliki bantalan sosial, seperti halnya kelas bawah, harus menggunakan tabungannya untuk melakukan konsumsi.

"Kami melihat dampaknya memang cukup terasa bagi kelas menengah yang tidak mendapatkan bantalan sosial yang ada dari pemerintah," ujarnya.

Adjie menjelaskan bahwa pemerintah perlu memastikan dan mengatasi suplai dari bahan pangan agar tidak terjadi kenaikan harga yang signifikan dan mempengaruhi belanja masyarakat kelas menengah.

Selain itu, Adjie juga menyampaikan terkait arah kebijakan yang cenderung lebih menekan kelas menengah seperti adanya potensi cukai, bisa direview kembali, apakah memang tepat melaksanakan kebijakan tersebut saat ini.

Adapun pada tahun 2023, kelas menengah di Indonesia mencakup sekitar 52 juta jiwa dan mewakili 18,8 persen dari total populasi.

"Karena memang kelas menengah ini cenderung masih terganggu dari akibat adanya peningkatan harga-harga pangan di awal tahun dan beberapa kebijakan yang mungkin sudah terjadi sehingga mengganggu kelas menengah," tuturnya.