Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah untuk menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Adapun saat ini PPN yang diberlakukan adalah 11 persen.

Ketua Umum DPP APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan, permintaan tersebut bukan tanpa alasan.

Dia bilang, penerapan kenaikan PPN 12 persen ini akan berdampak pada daya jual.

“Masalah kenaikan PPN jadi 12 persen, kami berharap pemerintah juga untuk menunda karena kenaikan PPN ini akan berdampak ke harga jual,” katanya di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa, 30 Juli.

Aphonzus mengatakan ketika harga naik yang paling merasakan dampaknya adalah kelas menengah ke bawah. Alhasil, akan menurunkan daya beli masyatakat.

“Bagi yang kelas menengah atas relatif kecil enggak terasa. Tapi bagi kelas menengah ke bawah ini akan sangat terasa. Akhirnya adalah menurunkan daya beli. Kalau ini diterapkan semua ini akan membuat situasi semakin tidak sehat,” tuturnya.

Selain berdampak pada daya beli masyarakat menengah ke bawah, kata Alphonzus, penerapan PPN 12 persen ini akan membuat sulit pengusaha.

“Daya beli menurun, transaksi menurun, penjualan turun, akan membuat lebih sulit lagi pelaku usaha,” ujarnya.

Alphonzus menilai, PPN yang diterapkan di Indonesia saat ini juga rendah jika dibandingkan dengan negara lain.

Karena itu, penerapan PPN menjadi 12 persen justru akan mengganggu daya beli masyarakat.

“Tarif PPN kita enggak rendah-rendah sekali dibandingkan negara tetangga. Ini (ini diterapkan) akan mengganggu daya beli masyarakat menengah ke bawah. Karena pertumbuhan sekarang belum optimal. Jadi dorong dulu pertumbuhannya semaksimal mungkin, baru mainkan tarifnya,” ucapnya.