Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta bos perusahaan teknologi, TikTok untuk meningkatkan investasinya di Indonesia.

Permintaan tersebut berkaca dari potensi ekonomi digital yang dimiliki Indonesia.

Erick bilang, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

Bahkan, potensi ekonomi digital Indonesia bisa tembus hingga Rp4.500 triliun di 2030 mendatang.

Erick pun enggan Indonesia dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand maupun Vietnam.

“Indonesia is the bigest economy in Asia Tenggara, and we will the bigest economy in the world. Saya berharap TikTok jangan jadi stranger untuk Indonesia, karena tadi potensi of economy-nya kalau TikTok bilang ‘oh di Bangkok ada, di Vietnam ada’ di Indonesia harus lebih, karena Indonesia bukan Thailand, bukan Vietnam,” tutur Erick dalam peluncuran TikTok-PosAja Creator House di kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu, 10 Juli.

Karena itu, Erick juga meminta agar TikTok menanamkan investasinya di Indonesia lebih banyak dari negara lain.

Apalagi, kata Erick, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan semakin meningkat hingga 2045 mendatang.

“Tolong sampaikan bos TikTok, saya sudah pernah ketemu semua, jangan jadi stranger di Indonesia. Karena apa? Tadi potensi ekonominya jauh lebih besar dari yang lain. Jadi kalau yang lain kasih 1, Indonesia harus kasih 4, nah gitu,” tuturnya.

Menurut Erick, penanaman invertasi tersebut bisa menjadi upaya untuk mengerek pertumbuhan ekonomi nasional bersama-sama. Bukan cuma untuk Indonesia, tapi juga ada manfaat bagi investor.

“Kita ingin membangun yang namanya pertumbuhan ekonomi bersama ya, dan jadi win-win,” katanya.

Erick menekankan, penambahan investasi itu tidak hanya ditujukan kepada TikTok. Tapi juga berlaku bagi semua investor asing yang berencana menanamkan modalnya di Indonesia.

“Enggak, yang saya bilang bukan hanya buat TikTok. Dengan semua investasi yang ada di Indonesia, jangan jadi stranger di Indonesia,” ujarnya.

“Karena tadi market-nya kita paling gede, jadi kalau mereka taruh di negara lain satu, di kita cuma satu, padahal uangnya dari Indonesia, ya tentu saya keberatan,” sambung dia.

Jika investor meyakini pasar Indonesia, sambungnya, maka harus membangun ekosistem usaha juga di dalam negeri.

Erick mengaku tidak ingin Indonesia hanya dijadikan pasar, sementara pabriknya justru ada di luar negeri.

“Itu yang saya mendorong, kalau percaya market Indonesia, jangan juga bandingkan Indonesia dengan negara lain. Jadi kalau tadi banyak yang bikin pabrik di luar ngeri, ya barangnya enggak usah masuk ke Indonesia. Nah, kalau bikin di sini. karena marketnya kita gede, jadi kita bukan arogansi, kan kita melihat dari pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.