Imbas Pandemi Makin Menjadi, 20 Hotel dan Villa di Buleleng Bali Dijual
ILUSTRASI/Kawasan Badung Bali yang sepi sejak pandemi COVID-19. Pemerintah hingga saat ini belum membuka pintu wisatawan asing ke RI (DOK. VOI/Dafi)

Bagikan:

BULELENG - Imbas pandemi COVID-19 makin menjadi. Ada 20 hotel dari kelas non-bintang hingga bintang 5 dijual di Buleleng, Bali.  Selain hotel, ada puluhan villa yang juga ditawarkan untuk dijual.

”Iya benar, itu kemarin sekitar 20 hotel. Ada (kecil) ada besar karena wilayah tidak sama dengan Bali Selatan," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Buleleng, Bali, Dewa Ketut Suardipa, saat dihubungi, Rabu, 17 Maret.

"Ada bintang 5 dan bintang 3 yang dijual. Ada non bintang, yang banyak non bintang. Karena pengusaha lokal kita paling banyak non bintang. Sudah ada (yang laku) beberapa saja, tapi sebagian besar belum (laku). Kalau villa juga banyak. Bisa (puluhan)," imbuhnya.

Diaa menerangkan sebanyak 170 hotel dan 13 rerstoran yang tergabung di PHRI Buleleng. Namun, akibat pandemi COVID-19 sekitar puluhan hotel tutup beroperasi. 

"Kalau hotel tutup masih puluhan," jelasnya.

Suardipa menyebutkan, dampak pandemi COVID-19 bagi pelaku pengusaha di Buleleng imbasnya sangat signifikan. Terutama, soal finansial.

"Kalau 2020 masih bisa kita talangi. Tapi sekarang sudah banyak hotel yang tutup di Bali Utara karena sudah tidak kuat lagi untuk operasional. Ada beberapa masih buka dan dia masih menjaga propertinya," ungkapnya.

Persoalan ini berdampak ke pegawai hingga dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun dalam catatan PHRI masih ada sejumlah hotel tetap beroperasi.

"Dampaknya dengan pengusaha hotel karena biaya operasional tinggi. Terus ada beberapa hotel yang tidak kuat lagi. Kemudian, ke staff dan pegawai ada yang sudah di PHK ada juga yang sebagian kerja yang setengah-setengah (atau) buka tutup," ujar Suardipa.

PHRI berharap. pemerintah segera membuka border pariwisata internasional. Sebab pangsa pasar pariwisata di Buleleng, Bali, adalah turis eropa.

"Karena pangsa pasar di Bali Utara banyak dari Eropa, kawasan kita lebih luas. Di Pemuteran sama daerah Tejakula itu pangsa pasar Eropa," katanya.

Selain itu, diharapkan program pinjaman soft loan atau pinjaman lunak bagi para pelaku usaha pariwisata. Dengan begitu, para pengusaha memiliki modal untuk bertahan di tengah pandemi.

"Tentu harus dibantu dengan soft loan. Jadi dari pihak perbankan betul-betul memberikan relaksasi yang benar. Jangan lagi ada syarat-syarat yang harus mereka isi. Artinya jangan dipersulit di saat-saat seperti ini," ujarnya.

Selain itu, PHRI  meminta agar vaksinasi di Bali diprioritaskan agar wisatawan asing yang berkunjung ke Bali merasa aman dan yakin untuk ke Bali.

"Jadi pelaku (pariwisata) itu minimal harus diberikan vaksin. Harus diutamakan jangan sampai hanya wacana saja. Karena, salah satu syarat bagi wisatawan yang bisa datang ke suatu daerah manakala pelakunya sudah divaksin," ujarnya.