Bagikan:

JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat hampir 50.000 pekerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak Januari 2024 hingga awal Juni.

"Sebetulnya hampir 50. 000 (pekerja) yang riil. Nah, hanya banyak tidak mau nama perusahaannya diekpose, enggak mau," ujar Presiden KSPN Ristadi Minggu 23 Juni.

Diketahui sebelumnya KSPN menyebut ada 13.800 pekerja di industri TPT terkena PHK.

Ristadi menyebutkan alasan perusahaan tidak mau diekspose, karena akan mengganggu trust dari perbankan dan buyer.

"Yang paling riskan sebetulnya (trust) buyer. Buyer ingin aman orderannya terselesaikan. Kalau dia mendengar pabrik ada PHK, maka order bisa dicabut dan dipindahkan ke perusahaan lain, ada kemungkinan itu," katanya.

Ristadi menuturkan jumlah pekerja yang terkena PHK sebanyak 49.206. Adapun lokasi yang paling banyak melakukan PHK di Jawa Barat dan Jawa Tengah. "Karena sentral industri TPT paling besar di Jawa Barat dan Banten," katanya.

Menurutnya, PHK di industri TPT sudah sampai tahap darurat, terutama untuk perusahaan yang berorientasi pasar domestik.

"Pasar domestik ini terus-terusan semakin masif (dengan) barang-barang impor. Sandang, tekstil, alas kaki itu dari dari luar terus membanjiri pasar domestik kita," ucap Ristadi.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja pernah mengatakan bertumbangannya perusahaan tekstil imbas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan ini, kata dia, merugikan industri sektor industri TPT.

Menurutnya, Permendag 8/2024 lebih berpihak pada importir umum karena sudah tidak ada lagi aturan pertimbangan teknis (pertek) yang menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Padahal pertek ini bertujuan mengontrol arus masuk barang barang impor. Namun, jika pertek tidak ada, maka barang impor tidak terkendali, dan menghancurkan industri dalam negeri.