JAKARTA - Anggota Komisi VII DPRR RI Mulyanto mendesak Pemerintah untuk membatalkan rencana bagi-bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada ormas keagamaan.
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS ini, langkah tersebut tidak tepat di tengah carut-marut dunia pertambangan serta terkait dengan kompetensi ormas keagamaan. Salah-salah ini dapat menjerumuskan ormas keagamaan, sebagai penjaga moral masyarakat, ke dalam “dunia hitam” pertambangan.
Menurut Mulyanto, semestinya Pemerintah mengatur usaha pertambangan sesuai dengan amanat konstitusi, agar kekayaan alam yang dikuasai negara benar-benar dapat memakmurkan kehidupan rakyat, bukan malah membagi-bagi IUPK eks PKP2B pada pendatang baru yakni ormas keagamaan yang secara spesialisasi dan kompetensi pertambangan masih belum terbukti.
“Ini dikhawatirkan malah akan memperunyam kondisi pertambangan nasional yang memang sudah semrawut,” ujar Mulyanto, Kamis 13 Juni.
Mulyanto membeberkan kasus-kasus pertambangan dengan kerugian negara triliunan rupiah akhir-akhir ini susul-menyusul terungkap.
Kasus korupsi timah di Babel dengan kerugian negara yang fantastis mencapai Rp300 triliun rupiah belum tuntas ditangani, namun malah merebak kasus korupsi emas PT Antam, yang besarnya mencapai 109 ton emas.
Mulyanto melanjutkan, sementara aparat belum berhasil menuntaskan kasus tambang emas ilegal di Kalimantan, yang menggunakan alat berat dan melibatkan WNA China sebanyak 80 orang yang sebagian dengan visa turis, tiba-tiba muncul kasus serupa di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
"Belum lagi soal reklamasi lahan pasca tambang, kerusakan lingkungan hidup, termasuk masalah limbah tambang yang dibuang sekenanya ke sungai atau laut yang merusak ekosistem biota air," beber dia.
Sementara jumlah Inspektur Tambang sangat terbatas, Mulyanto juga menyoroti satgas tambang ilegal terpadu cuma menjadi wacana karena sampai hari ini belum diteken Presiden.
"Padahal beking aparat, termasuk perang bintang di dunia tambang bukanlah rahasia lagi bagi publik," imbuh Mulyanto.
BACA JUGA:
Karenanya Mulyanto menilai tidak mengherankan kalau dua orang mantan Dirjen Minerba menjadi tersangka terkait dengan sengkarut pertambangan dan sudah berbulan-bulan jabatan Dirjen Minerba kosong.
Menurut Mulyanto alih-alih membagi-bagikan IUPK kepada Ormas Keagamaan, yang dikhawatirkan menambah carut-marut dunia pertambangan nasional, ia mendesak agar Pemerintah secara serius menata kelembagaan pertambangan nasional.
“Bandingkan dengan komoditas Migas yang mempunyai lembaga pengatur dan pengawas baik di hulu maupun di hilir, yakni SKK Migas dan BPH Migas,” pungkas Mulyanto.