JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, Pemerintah RI membuka peluang kerja sama bidang industri dan infrastruktur dengan Tajikistan.
"Di bidang industri, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian terbuka untuk peningkatan interaksi bisnis dan kerja sama antara kedua negara. Terutama di bidang pengembangan bidang pertambangan dan mineral. Kami akan berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian untuk tindak lanjut kerja sama," ujar Menteri Basuki dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa, 11 Juni.
Dalam kunjungan kerja ke Republik Tajikistan untuk menghadiri The 3rd Dushanbe Water Action Decade Conference, Basuki Hadimuljono didampingi Duta Besar RI untuk Republik Tajikistan dan Kazakhstan Fadjroel Rachman melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menteri Industri dan Teknologi Baru Republik Tajikistan Sherali Kabir.
Pada pertemuan ini, Basuki menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Tajikistan atas pelaksanaan The 3rd Dushanbe Water Action Decade Conference, dan juga berterima kasih atas sambutan dan kerja sama yang baik dengan Pemerintah Indonesia. Terlebih, tahun ini merupakan perayaan 30 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia-Tajikistan.
"Selamat atas penyelenggaraan The 3rd Dushanbe Water Action Decade Conference. Pertemuan ini adalah momentum yang baik bagi Indonesia dan Tajikistan untuk memperkuat kerja sama dan membuat kemajuan yang signifikan. Terutama setelah kehadiran Perdana Menteri dan delegasi Tajikistan yang memberikan dampak cukup besar pada World Water Forum ke-10 di Bali, Indonesia," katanya.
Pemerintah Indonesia juga mengapresiasi Tajikistan atas pengalamannya dalam pengembangan dan rehabilitasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Tajikistan memiliki PLTA Nurek dengan kapasitas terpasang lebih dari 3.000 megawatt, yang dapat menghasilkan sekitar 50 persen dari total kebutuhan energi tahunan di Tajikistan. Pemasangan turbin baru selama proyek rehabilitasi juga meningkatkan manfaat hingga 35 tahun dan meningkatkan kapasitas dari 40 MW menjadi 375 MW.
"Indonesia ingin mencapai net zero carbon dengan menerapkan transisi sumber energi terbarukan yang dapat dicapai salah satunya melalui pembangunan bendungan PLTA," kata Basuki.
Adapun hingga 2024, Indonesia telah membangun sekitar 240 bendungan besar dengan bendungan terbanyak berada di wilayah Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. "Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, potensi PLTA di Indonesia berpotensi meningkat hingga 16.027 MW," tuturnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Basuki mengapresiasi Tajikistan yang telah memiliki roadmap mencapai netralitas karbon pada 2050, dan telah direalisasikan salah satunya dengan pemanfaatan dan perluasan tenaga air yang besar, menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
Pada 2020, tenaga air telah menyumbang 98 persen dari pembangkitan listrik Tajikistan dan mengurangi emisi karbon yang cukup besar.
Mengikuti praktik terbaik internasional termasuk Tajikistan, Basuki menyampaikan bahwa Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga akan menerapkan energi hijau. Salah satu di antaranya dengan pemanfaatan tenaga air.
"Konsep ini diharapkan dapat memberikan implikasi pada ekonomi dan standar hidup masyarakat, walaupun akan memiliki biaya dan investasi khusus yang diperlukan untuk realisasinya," pungkasnya.