Bagikan:

MUNCHEN - Transportasi publik menjadi sesuatu hal yang penting untuk sebuah negara. Selain itu, sistem transportasi umumnya juga menunjukkan kualitas dari sebuah negara. Termasuk untuk Indonesia dan Jerman.

Salah satu transportasi yang sama ada di Jakarta, Indonesia dan Munchen, Jerman adalah rapid transit atau rel angkutan cepat. Di Indonesia kita mengenal dengan sebutan MRT, sementara di Jerman dikenal dengan nama U-Bahn dan umumnya berada di bawah tanah.

Salah satu tim VOI berkesempatan mencoba transportasi di Jerman tersebut. Dirinya pun memberikan pengalaman dan perbandingan antara MRT Jakarta dengan U-Bahn.

U-Bhan (Foto: Mery Handayani/VOI)
U-Bhan (Foto: Mery Handayani/VOI)

Lalu, apa perbedaan MRT dan U-Bahn? Berikut perbandingan MRT Jakarta dengan U-Bhan milik Jerman yang dirangkum VOI.

Harga Tiket

Perbedaan pertama yang sangat mudah ditemukan adalah harga. Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, harga MRT di Indonesia dibanderol Rp4.000 dan berlaku kelipatan Rp1.000 per stasiun. Jadi, jika naik MRT dari Stasiun Lebak Bulus hingga stasiun akhir Bundaran HI akan dikenakan tarif sebesar Rp14.000 untuk satu kali perjalanan.

Tiket U-Bahn (Foto: Mery Handayani/VOI)
Mesin Tiket U-Bahn (Foto: Mery Handayani/VOI)

Sementara U-Bahn, di Munchen harganya berkisar dari 3,90 Euro atau Rp67.860 (asumsi kurs Rp17.400 per Euro) untuk satu tiket yang mencakup satu zona. Sedangkan, 17,80 Euro atau Rp309.720 harga tiket secara grup mencakup dua hingga lima orang untuk perjalanan satu hari di sekitar area pusat kota.

Pintu Masuk

Perbedaan kedua adalah pintu masuk. Di Indonesia, untuk sampai ke peron MRT Jakarta, pengguna harus melalui pintu masuk yang diakses menggunakan kartu e-money atau uang elektronik, maupun kartu yang dikeluarkan oleh MRT Jakarta, dan bisa juga menggunakan aplikasi.

Selain itu, di Indonesia umumnya akan ada petugas yang berjaga mulai dari pengecekan barang bawaan dan harus melalui mesin x-ray sebelum masuk ke area pintu masuk. Kemudian, petugas juga akan terlihat ada di sekitar pintu masuk ke arah peron.

Validasi Tiket U-Bahn (foto: Mery Handayani/VOI)
Validasi Tiket U-Bahn (foto: Mery Handayani/VOI)

Sementara di Munchen, Jerman, setelah membeli tiket U-Bahn, selanjutnya harus divalidasi. Caranya hanya dengan memasukkan tiket ke mesin validasi untuk mendapatkan cap nama stasiun dan tanggal pembelian tiket. Setelahnya baru bisa masuk ke area peron kereta.

Tidak ada petugas yang berjaga di area pembelian tiket maupun di peron. Jerman menerapakan sistem kejujuran, tanpa tiket pun pengguna bisa langsung masuk kereta. Namun, jangan sekali-kali mencoba untuk curang ya.

Mesin Darurat

Ketiga, fasilitas mesin darurat. Di Indonesia, tidak ditemukan adanya mesin darurat yang berada di area stasiun MRT maupun di area peron kereta. Sementara di Munchen, Jerman mesin darurat ini sangat mudah di temukan di area stasiun U-Bahn maupun di area peron.

Mesin dengan warna yang didominasi merah tersebut bertuliskan SOS atau darurat. Di mesin tersebut terdapat pilihan tombol dengan tulisan ‘notruf’ atau telepon darurat dan ‘inforuf’ atau panggilan informasi. Tidak hanya untuk meminta bantuan, mesin ini juga menyediakan alat pemadam kebakaran di dalamnya.

SOS U-Bahn (foto: Mery Handayani/VOI)
SOS U-Bahn (foto: Mery Handayani/VOI)

Mesin darurat ini akan menghubungkan langsung ke pusat-pusat bantuan untuk meminta pertolongan darurat. Baik untuk bantuan medis maupun bantuan keamanan.

Pembatas Peron dengan Kereta

Keempat, di Stasiun U-Bahn tidak ditemukan adanya pintu pembatas antara peron dengan kereta dan tidak ada garis panduan di mana penumpang harus menunggu. Sementara di Indonesia, terdapat pintu pembatas yang terbuat dari kaca dan ada garis panduan untuk berdiri menunggu.

Peron U-Bahn (foto: Mery Handayani/VOI)
Peron U-Bahn (foto: Mery Handayani/VOI)

Pintu Kereta

Kelima, pintu kereta. Di Indonesia, pintu kereta MRT akan otomatis terbuka jika kereta sudah berhenti dan pintu pembatas antara peron dengan kereta sudah terbuka.

Sedangkan di U-Bahn, berdasarkan pengalaman pribadi penulis, pintu tidak selalu terbuka otomatis. Pengguna harus mengarahkan tangan ke tombol pembuka pintu tanpa harus memencetnya dan pintu akan terbuka. Begitu juga sebaliknya jika hendak turun.

Bentuk Kursi

Perbedaan yang juga sangat terlihat adalah bentuk kursi. MRT Jakarta, di Indonesia memiliki bentuk kursi memanjang yang berada di sisi kanan dan kiri kereta. Tidak ada kursi untuk bersandar di dekat pintu kereta.

Tempat duduk U-Bahn (foto: Mery Handayani/VOI)
Tempat duduk U-Bahn (foto: Mery Handayani/VOI)

Sementara U-Bahn, ada dua varian kursi. Pertama, kursi memanjang seperti MRT Jakarta. Lalu, kursi saling berhadapan yang terdiri dari empat kursi di sisi kanan maupun kiri. Selain itu, ada juga kursi untuk bersandar di dekat pintu kereta.

Waktu Tunggu

Dikutip dari laman remsi jakartamrt.co.id, headway atau selang waktu keberangkatan antar kereta yang diberlakukan adalah 5 menit pada jam sibuk dan 10 menit untuk jam normal pada hari kerja, serta 10 menit pada akhir pekan. Sementara untuk waktu berhenti kereta di stasiun adalah 60 detik atau 1 menit.

Sedangkan U-Bahn, selang waktu keberangkatan antar kereta adalah 5 menit untuk jam sibuk, dan 10 menit untuk jam normal. Di atas pukul 00.00 hingga 02.00 waktu setempat, selang waktunya adalah 20 menit. Sementara tanggal merah maupun hari libur Munchen, dari pagi hingga 09:00 waktu setempat, selang waktunya adalah 20 menit.

Namun, yang terlihat berbeda adalah waktu berhenti kereta di stasiun. Waktu turun dan naik penumpang di stasiun U-Bahn hanya 25 detik. Karena itu, tak heran menjelang kereta berhenti, penumpang sudah berdiri dan bersiap untuk turun.

Peraturan terkait Hewan Peliharaan

Perbedaan terakhir adalah mengenai aturan hewan peliharaan. Di Indonesia, transportasi umum termasuk MRT Jakarta tidak mengizinkan pengguna membawa serta hewan peliharaan.

Sedangkan di U-Bahn, sudah sangat lumrah melihat pengguna membawa serta hewan peliharaannya. Namun, tentu ada tambahan biayanya dari harga tiket normal.