Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan isu climate change atau perubahan iklim sangat mempengaruhi Indonesia terutama terhadap produksi pangan lantaran, terjadi penurunan cukup besar pada tahun lalu, sehingga Indonesia harus melakukan impor pangan.

“Impor pangan tahun kemarin 3,6 juta, tahun ini kuotanya bisa sampai 3 juta,” kata Airlangga dalam Rakernas Percepatan dan Pra-Evaluasi PSN, Selasa, 14 Mei.

Airlangga menambahkan di tengah kondisi ekonomi global yang penuh tekanan dan tidak stabil, ekonomi Indonesia masih tetap tangguh dan resiliens. Selain itu adanya tensi geopolitik global turut berpengaruh kepada harga komoditas.

“Kita lihat tensi geopolitik global belum selesai, baik itu perang Ukraina dan juga terkait situasi di Gaza. Tensi itu tentu merubah harga komoditas dan tentu bagi Indonesia yang sangat strategis yaitu fluktuasi harga komoditas baik itu pangan dan energi,” jelasnya.

Meskipun ditengah tekanan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2024 sebesar 5,11 persen tetap stabil dan jauh dari jurang resesi.

"Pertumbuhan ekonomi kita itu salah satu pertumbuhan yang tertinggi selama ini dan kalau kita lihat berbagai lembaga rating dari agensi memberikan assesmen positif," ujarnya.

Airlangga menyampaikan dari berbagai indikator makro ekonomi Indonesia menunjukan kondisi yang kuat dan stabil seperti inflasi Indonesia pada bulan April 2024 sebesar 3 persen, lebih rendah dibanding negara lainnya. Indonesia hanya kalah dari Korea Selatan dan Jerman yang inflasinya masing-masing 2,9 persen dan 2,2 persen.

Adapun, dari berbagai survei, probabilitas resesi Indonesia menjadi salah satu yang terendah di dunia dibandingkan negara lain seperti Jerman 60 persen, Italia 55 persen, Inggris 40 persen, Australia 32,5 persen, Amerika Serikat 30 persen Thailand 30 persen, Rusia 17,5 persen, Korea Selatan 15 persen, China 12,5 persen, dan Indonesia 1,5 persen.

Airlangga menyampaikan secara spasial, ekonomi Indonesia di wilayah Timur mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi yaitu pada provinsi Maluku & Papua 12,15 persen, Sulawesi 6,35 persen, dan Kalimantan 6,17 persen.

"Pertumbuhan ekonomi di ketiga wilayah tersebut utamanya didorong oleh kegiatan pertambangan, industri logam dan pembangunan IKN," tuturnya.

Menurut Airlangga pertumbuhan tersebut sejalan dengan apa yang dilakukan pemerintah untuk mendorong hilirisasi.