Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut, industri sektor padat karya perlu menjadi perhatian imbas tutupnya pabrik PT Sepatu Bata Tbk (BATA) di Purwakarta, Jawa Barat.

"Jadi, hal semacam ini bagi industri padat karya kami harus menjadi perhatian. Karena kami melihat bahwa investasi yang masuk ini juga mulai beralih dari sektor padat karya ke padat modal. Karena akan semakin sulit bagi sektor padat karya saat ini," ujar Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani di kantor Apindo, Jakarta, Rabu, 8 Mei.

Shinta menyebut, pihaknya memang melihat secara menyeluruh dari faktor demand yang mana bukan hanya domestik, melainkan juga demand dari luar. Menurutnya, demand ekspor tengah menurun tajam.

"Ini kembali lagi soal cost yang terus meningkat dan tentu saja pada akhirnya perusahaan seperti Bata walaupun sudah hadir begitu lama di Indonesia, harus melihat apakah masih feasible sebagai bisnis," katanya.

Menurut Shinta, saat ini bila dilihat dari kondisi yang ada dengan competitiveness (daya saing) dan hal-hal lainnya, Bata memang dianggap tidak feasible untuk terus berlanjut.

Dengan kondisi geopolitik yang terjadi dan dampaknya berpengaruh terhadap Indonesia, ini juga mempengaruhi penyerapan (absorb) pasar luar dan hal itu untuk pasar ekspor.

Sedangkan, untuk pasar domestik mesti melihat dari faktor daya beli.

Sebab, dengan kondisi seperti ini maka daya beli pastinya ada penurunan yang harus diperhatikan.

"Jadi, dari segi industri seperti Bata itu tidak hanya sekarang, tetapi dia juga on going sudah melakukan evaluasi dan juga melihat dengan kondisi sekarang yang semakin memburuk. Sehingga, dia (Bata) tidak bisa bertahan lagi," imbuhnya.

Adapun PT Sepatu Bata (BATA) resmi menutup operasional pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, per 30 April 2024.

Corporate Secretary Sepatu Bata Hatta Tutuko menyebut, perusahaan menutup operasional karena merugi di tengah menurunnya permintaan.

"Dengan adanya keputusan ini, maka perseroan tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta," katanya seperti dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin, 6 Mei.

Tutuko mengaku, BATA telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi COVID-19.

Di sisi lain, perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat juga menjadi tantangan.

Alhasil, perusahaan harus menutup operasional pabrik di Purwakarta.

Meski begitu, kata Tutuko, BATA berkomitmen untuk memastikan kelancaran transisi bagi seluruh karyawan dan mitranya yang terkena dampak dari penutupan pabrik.

"Keputusan ini merupakan hal terbaik yang dapat diambil berdasarkan evaluasi menyeluruh dan kesepakatan pihak-pihak terkait," tuturnya