Bagikan:

JAKARTA - Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2024 sebesar 5,11 persen secara year on year (yoy) belum maksimal.

Hal tersebut karena pada rentang masa ini terjadi fluktuasi inflasi yang memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat.

Ajib menjelaskan, inflasi kuartal I 2024 tercatat menyentuh angka 3 persen, lebih tinggi daripada inflasi agregat 2023 yang hanya mencapai angka 2,61 persen.

"Kalau tren inflasi tidak turun, maka daya beli akan terus mengalami tekanan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung tidak sustain," tuturnya dalam keterangannya, Selasa, 7 Mei.

Ajib menyampaikan selanjutnya dibutuhkan insentif moneter, insentif fiskal, maupun regulasi yang pro dengan pertumbuhan dan pro dengan pemerataan.

Dalam konteks moneter, tingkat suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 6,25 persen cenderung tidak ideal dan memerlukan penyesuaian.

"Tingkat suku bunga tinggi akan mengurangi likuiditas di sistem perekonomian dan juga mendorong cost push inflation," jelasnya.

Sementara dari sisi fiskal, pemerintah hanya mempunyai ruang yang sangat terbatas pada tahun 2024 ini untuk bisa menopang daya beli masyarakat, kalau hanya misalnya mengandalkan pola konvensional dengan metode bansos.

Adapun dengan asumsi makro nilai tukar rupiah Rp15.000 terhadap dolar AS dan juga harga minyak 82 dolar AS per barel, struktur keuangan negara sudah defisit lebih dari 500 triliun atau setara 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Bahkan isu kenaikan tarif PPN awal tahun 2025, juga memberikan tekanan terhadap dunia usaha dan memberikan dampak psikologis naiknya harga barang," ucapnya.

Sedangkan sisi regulasi, Ajib menyampaikan harus lebih banyak insentif terhadap industri padat karya.

Karena, secara alamiah, investasi yang terus mengalir cenderung investasi padat modal.

Sehingga pencapaian investasi yang selalu over target sejak tahun 2019, tidak diiringi dengan penyerapan tenaga kerja.

Dari target penyerapan 3 juta tenaga kerja, pada tahun 2023 hanya mampu menyerap 1,8 juta.

selain faktor moneter, fiskal dan regulasi, lanjutnya, pemerintah juga harus melakukan program prioritas hilirisasi yang melibatkan lebih banyak stakeholder dan pelaku ekonomi nasional.

"Program hilirisasi ini akan memberikan daya ungkit ekonomi lebih maksimal ketika pemerintah fokus dengan sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan. Program hilirisasi yang menjadi bagian komitmen presiden Jokowi sebagai bagian transformasi ekonomi, harus lebih dikembangkan di era pemerintahan selanjutnya," ujarnya.

Ajib menyampaikan jika pemerintah fokus dengan 4 (empat) hal tersebut, maka pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024 akan terus tereskalasi dan sampai akhir tahun bisa mencapai target secara agregat sebesar 5,2 persen.

"Tetapi, ketika pemerintah tidak memberikan insentif yang tepat sasaran, pertumbuhan ekonomi akan mencapai di bawah target, sesuai yang tertuang dalam proyeksi Kerangka Ekonomi Makro," pungkasnya.