Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan jumlah utang pemerintah hingga 31 Maret 2024 mencapai Rp8.262,1 triliun dengan rasio utang 38,79 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Posisi utang pemerintah yang outstanding, jumlah utang pemerintah per akhir Maret 2024 adalah sebesar Rp8.262,10 triliun," dikutip dari Buku APBN KiTA yang diterbitkan Kementerian Keuangan, Selasa, 7 Mei.

Kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,52 persen dan sisanya berasal dari asing.

Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 88,05 persen dan sisanya 11,9 persen dari pinjaman.

Berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp7.274,95 triliun atau 88,05 persen dan pinjaman sebesar Rp987,15 triliun atau 11,95 persen.

Secara rinci komposisi SBN terbagi dalam SBN domestik sebesar Rp5.947,95 triliun sebesar 71,09 persen dan valuta asing (valas) sebesar Rp1.388,92 triliun atau 16,97 persen.

Adapun SBN domestik meliputi surat utang negara sebesar Rp4.797,16 triliun dan surat berharga syariah negara senilai Rp1.1501,79 triliun.

Sedangkan SBN valas terbagi dalam surat utang negara sebesar Rp1.044,37 triliun dan surat berharga syariah negara senilai Rp344,55 triliun.

Sedangkan jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp987,15 triliun terdiri dalam pinjaman dalam negeri sebesar Rp35,51 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp951,64 triliun.

Secara rinci, pinjaman luar negeri meliputi bilateral senilai Rp264,73 triliun, multilateral senilai Rp584,69 triliun, dan bank komersial sebesar Rp102,22 triliun.

Pasar SBN yang efisien akan meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.

Dengan aktivitas pembiayaan utang melalui penerbitan SBN, pemerintah mendorong pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik. SBN turut menghadirkan referensi untuk menentukan harga instrumen pasar keuangan lainnya dan digunakan oleh para pelaku pasar untuk mengelola risiko suku bunga.

Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid.

Adapun salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).

Selain itu, peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting, mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel.

"Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," tulisnya.