Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menyampaikan tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS) yang sulit turun salah satunya dipicu oleh kenaikan harga energi.

Menurut Erick, situasi perang saat ini membuat harga energy Global akan sulit turun.

Akibatnya, Bank Sentral di seluruh dunia akan merespon dengan menunda kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan.

Erick menyampaikan, akibatnya terjadi capital outflows dari negara berkembang dan membuat kenaikan imbal hasil obligasi, kenaikan suku bunga pasar dana (funding market) dan akhirnya kredit.

Saat ini imbal hasil Obligasi Negara sudah di angka 6,98 persen.

Menurut Erick, BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar membeli dolar dengan tepat guna bijaksana dan sesuai prioritas dalam memenuhi kebutuhannya.

"Arahan saya kepada BUMN adalah mengoptimalkan pembelian dolar AS, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan, Bukan memborong, intinya adalah jangan sampai berlebihan, kita harus bijaksana dalam menyikapi kenaikan dolar AS saat ini," ungkap Erick dalam keterangannya, Jumat, 19 April.

Erick menambahkan, hal ini juga sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam mengantisipasi dampak lanjutan dari gejolak geopolitik dan ekonomi global.

Selain itu, Erick menyampaikan pemerintah telah memiliki instrumen dalam bentuk devisa hasil ekspor yang ingin ditempatkan di dalam negeri, dan menginginkan impor konsumtif dapat ditahan dulu dalam situasi saat ini.

"Untuk itu pengendalian belanja dan impor BUMN harus dengan prioritas dan sesuai dengan kebutuhan yang paling mendesak,"Imbuh Erick.

Erick mengingatkan terutama untuk BUMN yang memiliki eksposur import dan memiliki hutang dalam denominasi Dolar AS, untuk agar lebih awas dan tidak membeli dolar AS secara berlebihan, dan menumpuk.