Bagikan:

JAKARTA - Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya mengatakan bahwa studi sosiologi dan antropologi terkait keuangan syariah perlu ditingkatkan untuk melihat perilaku konsumen dan segmentasi pasar dengan lebih baik demi mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi syariah.

Dalam diskusi daring yang digelar INDEF, Kamis 4 April, ia mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendekatan dalam pemasaran produk-produk keuangan syariah kepada beberapa kelompok masyarakat di Indonesia, yang oleh antropolog Amerika Serikat Clifford Geertz diklasifikasikan menjadi kelompok santri, abangan, dan priayi.

“Di Indonesia kita klasifikasi utamanya tidak berdasarkan etnis dan agama, tapi spektrum, namanya nasionalis dan islamis. Jadi kalau titelnya (nama banknya) sangat Islamis itu produk-produknya juga ya mudharabah, musyarakah, murabahah, semacam itu,” ujar Berly Martawardaya, dikutip dari Antara.

Menurutnya, dahulu kelompok priayi dan abangan tidak familier dan kurang nyaman menggunakan produk-produk dengan jenama berbahasa Arab sehingga bank syariah pertama yang muncul di Indonesia pun memilih untuk menggunakan nama berbahasa Arab yang sudah akrab di telinga masyarakat.

Ia juga menemukan bahwa sebagian besar bank yang masuk dalam Best Islamic Financial Institution menurut media keuangan asal Inggris, The Banker, tidak menggunakan nama-nama Islami maupun istilah “syariah”.

Misalnya, Arab National Bank dan Saudi National Bank dari Arab Saudi, National Bank of Kuwait dan Kuwait Finance House dari Kuwait, serta Maybank dari Malaysia.

Berly menuturkan bahwa penyematan kata “syariah” pada banyak bank-bank di Indonesia saat ini cenderung bertujuan untuk menarik minat calon nasabah dari kelompok yang diklasifikasikan sebagai santri tersebut.

Sementara itu, pendekatan terhadap masyarakat umum yang bukan berasal dari kelompok santri tersebut kini dilakukan melalui konsep “hijrah”.

“Tentu pendekatan ini hanya mempan untuk yang sudah punya roots atau nilai Islam yang kuat, tapi kalau yang belum itu justru akan backfire (menjadi bumerang). Jadi ini yang perlu disiapkan karena belum banyak studi sosiologi dan antropologi terhadap keuangan syariah,” ucapnya.

Berly pun menyarankan pelaku industri keuangan syariah untuk tidak menggunakan satu strategi pemasaran yang sama bagi seluruh kelompok masyarakat mengingat kondisi masyarakat Indonesia yang amat majemuk.

Ia mengatakan perlu adanya segmentasi yang detail dan narasi yang berbeda untuk segmen-segmen calon nasabah yang berbeda pula sehingga perbankan maupun sektor riil syariah nasional dapat semakin maju.

“Segmentasi dan targeting penting ya, jadi strategi marketing dan strategi ekspansi tidak boleh one size fits all,” katanya.