Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT Timah (Persero) Tbk (TINS) Ahmad Dani Virsal menargetkan akan memproduksi 30.000 ton logam timah di tahun 2024.

Angka ini melesat 100 persen dari produksi logam timah di tahun 2023 yang hanya mencapai 15.340 metrik ton (MT).

"Target produksi kita, kalau tidak salah 30.000-an," ujar Virsal kepada media yang dikutip Rabu 3 April.

Adapun produksi logam timah TINS terus anjlok selama 3 tahun berturut-turut. Pada tahun 2023 produksi logam timah tercatat hanya sebesar 15.340 metrik ton (MT) atau mengalami penurunan sebesar 23 persen dibandingkan 2022 yang mencapai 19.825 MT ataupun 2021 sebesar 26.465 MT.

Sementara produksi bijih timah juga terus menerus mengalami kemerosotan sejak tahun 2021.

Diketahui, produksi bijih timah pada tahun 2021 mencapai 24.670 MT. Sementara pada tahun 2022 kembali anjlok menjadi 20.079 MT, dan ambles sekitar 26 persen pada tahun 2023 sebesar 14.855 persen.

Virsal juga mengaku dirinya optimistis dengan produksi tahun 2024 yang dipastikam akan meningkat dibanding tahun sebelumnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, ia menyebut TINS tengah berupaya memperbaiki tata kelola perusahaan termasuk dalam bentuk kerja sama dan mitra bisnis hingga teknis di lapangan.

"Insyaallah produksi di 2024 ini lebih baiklah daripada tahun sebelumnya. Kita optimis produksinya sih lebih baik," lanjut dia.

Bukan tanpa alasan, Virsal mengaku produksi triwulan I telah menunjukkan perubahan .

"Triwulan ini sudah menggambarkan itu. Triwulan II juga lebih baik dari triwulan I," ujar dia singkat.

Virsal juga enggan membeberkan realisasi produksi bijih timah dan logam timah yang dihasilkan oleh TINS pada kuartl I tahun ini.

"Saya engga begitu apal tapi lebih baik dari triwulan tahun lalu," pungkas Virsal.

Asal tahu saja, anjloknya produksi bijih dan logam timah ini berimbas pada kinerja keuangan perusahaan.

Pada tahun 2023, TINS mengalami kerugian sebesar Rp450 miliar. Padahal tahun 2022 PT Timah meraup laba sebesar sebesar Rp1,3 triliun.

Adapun harga rerata logam timah juga menurun menjadi sebesar 26.583 dolar AS per metrik ton.

Penurunan produksi dan harga timah ini kemudian berimbas pada kinerja keuangan perusahaan yang tercatat hanya membukukan pendapatan sebesar Rp8,3 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp12,5 triliun.