Pengembangan RDMP Kilang Balikpapan Targetkan TKDN 30 hingga 35 Persen
RDMP Kilang Balikpapan. (Dok. ESDM)

Bagikan:

JAKARTA - Sebagai salah satu proyek investasi terbesar di Indonesia, proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, yakni pengembangan kilang minyak dan petrokimia di Balikpapan dipastikan akan memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi daerah dengan melibatkan perusahaan lokal, menciptakan lapangan kerja lokal, dan menargetkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 30-35 persen.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menegaskan bahwa proyek RDMP Balikpapan merupakan salah satu proyek strategis nasional yang diprioritaskan pemerintah.

"Pemerintah terus mendukung Pertamina dalam menyelesaikan proyek RDMP Balikpapan. Kami yakin proyek ini akan memberikan manfaat yang besar bagi bangsa dan negara," ujar Agus, Sabtu 30 Maret.

Agus menjelaskan, dengan penambahan produksi BBM, LPG, dan petrokimia nasional, diharapkan dapat menghemat defisit neraca perdagangan Indonesia hingga 2 miliar dolar AS per tahunnya.

Asal tahu saja, Kilang RU V Balikpapan merupakan salah satu unit operasi kilang Pertamina Internasional yang produknya disalurkan ke kawasan Indonesia bagian timur, yang merupakan 2/3 dari NKRI, dan beberapa produk disalurkan ke Indonesia bagian barat dan diekspor.

Kilang ini telah beroperasi sejak 1922 dan saat ini memasok hingga 26 persen total kebutuhan BBM di seluruh Indonesia. Lokasi RU V sangat strategis untuk memasok kebutuhan BBM di kawasan Indonesia Timur, dan didukung oleh jaringan distribusi yang baik, mencakup pipa distribusi, kapal tanker, serta moda transportasi darat. 

Agus menambahkan, Kilang Pertamina Balikpapan dipercaya untuk meningkatkan kapasitas, kompleksitas dan kualitas agar proyek RDMP Balikpapan berjalan lebih gesit dan cepat.

"Proyek tersebut akan meningkatkan kapasitas kilang dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari, serta memperbaiki kualitas produk dan menurunkan harga pokok produksi bahan bakar minyak (BBM)," lanjut dia.

Hal ini akan mendorong peningkatan devisa serta penerimaan pajak, dan membantu mewujudkan kemandirian energi serta menekan defisit neraca perdagangan atau current account deficit (CAD) dengan menurunkan impor produk BBM dan petrokimia secara signifikan.

"Proyek ini mengusung aspek keberlanjutan dan lingkungan dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi berstandar Euro 5 yang memiliki kandungan sulfur lebih rendah, sehingga lebih ramah lingkungan," pungkas Agus.