Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah diminta mempertahankan kebijakan gas murah melalui program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Hal ini untuk mendukung daya saing industri, pemasukan pajak, dan menjaga devisa ekspor bagi negara.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Norman Wibowo menyatakan kebijakan harga gas murah 6 dolar AS per MMBTU yang sudah dijalankan saat ini terbukti berdampak positif terhadap pertumbuhan ekspor dan kapasitas produksi oleokimia dalam negeri.

"Keberlanjutan kebijakan harga gas murah bagi industri akan memberikan nilai tambah kepada negara terutama kontribusinya bagi perekonomian nasional dari aspek kinerja volume dan nilai ekspor di sektor oleokimia," katanya mengutip Antara.

Saat ini, tujuh sektor industri penerima HGBT adalah industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet.

Sejak dijalankan pada 2020, menurut dia, terjadi kenaikan volume ekspor oleokimia dari 3,87 juta ton pada 2020 menjadi 4,19 juta ton pada 2021 dan 4,26 juta ton pada 2022.

Seiring kenaikan volume, nilai ekspor oleokimia juga bertambah setiap tahunnya yakni . dari 2,63 miliar dolar AS pada menjadi 4,41 miliar dolar AS pada 2021 dan 5,4 miliar dolar AS pada 2022.

Norman berharap pemerintah baru tetap konsisten menjalankan kebijakan gas murah untuk 5 sampai 10 tahun mendatang supaya tetap ada peningkatan penerimaan dari aspek lain seperti devisa ekspor, PPh Badan, hingga realisasi investasi yang membuka penyerapan lapangan tenaga kerja baru.

Dari segi realisasi pajak, lanjutnya, kontribusi sektor oleokimia menunjukkan kenaikan dalam 3 tahun terakhir yang mana pada 2020 sebesar Rp1,25 triliun menjadi Rp2,2 triliun pada 2021 dan Rp2,9 triliun pada 2022.

Begitu pula realisasi investasi naik dari Rp1,34 triliun pada 2020 menjadi Rp1,76 triliun pada 2021 dan Rp 2,3 triliun pada 2022.

Kebijakan gas murah, tambahnya, juga memberikan enam dampak ganda kepada daerah antara lain PDB regional daerah operasi industri, pajak/retribusi daerah tersebut, pembangunan infrastruktur, laju penurunan angka kemiskinan, indeks pembangunan manusia, dan pembangunan sarana sosial (rumah ibadah dan puskesmas).

"Apabila harga gas murah dihentikan, maka industri oleokimia di Indonesia bisa tidak kompetitif di pasar global," ujar Norman dalam keterangannya.

Senada dengan itu Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan menilai kebijakan HGBT di harga 6 dolar AS per mmbtu. tersebut memberikan dampak positif sehingga sudah seharusnya dilanjutkan oleh pemerintahan mendatang.

"Setuju dilanjutkan. Kebijakan ini bagus agar ada keberpihakan kepada petani dan sektor pangan, tinggal pengawasannya yang harus tegas," katanya.

Sebelumnya Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Dirjen ILMATE Kemenperin) Taufiek Bawazier menjelaskan nilai HGBT yang dikeluarkan termasuk untuk listrik dari 2021 hingga 2023 sebesar Rp51,04 Triliun.

Sedangkan nilai tambahnya bagi perekonomian nasional sebesar Rp157,20 Triliun, atau meningkat hampir tiga kali lipat.

"Artinya, manfaat dan multiplier effect-nya sangat besar bagi ekspor, pendapatan pajak, pengurangan subsidi pupuk, dan investasi,” katanya pada rapat teknis pertemuan dengan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dan Menteri ESDM RI, Arifin Tasrif pada Jumat (22/3).

.

Dari tujuh sektor industri penerima HGBT berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp84,98 Triliun, dengan nilai terbesar sektor oleokimia Rp48,49 Triliun.

Selain itu, peningkatan pajak diperoleh senilai Rp27,81 triliun. Multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp31,06 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi.

Oleh karena itu, menurut dia, jika HGBT ditiadakan atau tidak diperpanjang, maka terdapat "opportunity lost" atau potensi kerugian bagi industri yang berujung perekonomian akan merosot dan menurun tiga kali lipat.