Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto buka suara terkait dugaan penerimaan negara yang berkurang akibat kebijakan gas murah atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi industri.

Asal tahu saja, kebijakan harga gas murah dikenakan untuk 7 sektor industri yakni pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet sesuai dengan Perpres 121/2020.

Sugeng membenarkan bahwa penerimaan negara memang berkurang karena adanya kebijakan tersebut.

"Betul sekali. Volume yang diserap dengan harga khusus ini ada penurunan pendapatan pajak puluhan triliun," ujarnya dalam Energy COrner, Selasa 26 Maret.

Namun demikian jika dilihat dari kajian yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) bersama Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa kebijakan ini memberikan dampak baik kepada tujuh sektor industri yang terlibat.

"Hanya apakah secara nilai apakah lantas menjadi sepadan antara yang dikeluarkan sebagai modal di industri dengan peningkatan kapasitas industri di pajak dan sebagainya?" lanjut Sugeng.

Sugeng juga mengakui jika kebijakan yang mulai diberlakukan di era pandemi Covid-19 pada tahun 2020 memang memberikan peningaktan manfaat kepada industri. Untuk itu ia mendorong untuk dilakukan evaluasi kembali sebelum kebijakan ini lanjutkan.

"Mungkin impactnya belum terasa sekali dan sekarangrg harus kita evaluasi dan hal yang biasa menurut hemat kita tapi dari sisi lain industri terus harapkan karena salah satu faktor utama di bidang industri adalah gas atau ketersediaan gas," kata dia.

Sebagai Mitra Kementerian ESDM dan Kemenperin, Sugeng mengatakan pihaknya terus mendorong berbagai aspek untuk dilakukan terkait pemanfaatan gas alam antara lain mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih mumpuni.

Apalagi, lanjut Sugeng, harga 6 dolar yang ditetapkan hanya berlaku di tingkat industri sehingga ada pemberlakukan tarif angkut atau toll fee.

"Infrastruktur kita benahi sehingga daya serap gas nasional untuk industri meningkat. Sekarang kita bersyukur 60 persen lebih gas nasional untuk pemanfaatan dalam negeri di antaranya untuk 7 industri tersebut," pungkas Sugeng.

Sebelumnya Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi mencatat RI berpotensi kehilangan 1 miliar dolar AS atau setara Rp15,67 triliun akibat kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Kurnia menambahkan, angka ini merupakan jumlah sementara dan masih akan dihitung lebih lanjut. Ia juga menyebut, penerimaan negara yang berkurang ini harapannya bisa dikompensasi dengan adanya peningkatan kinerja dan dampak dari multiplier effect yang dirasakan dari industri-industri yang memanfaatkan HGBT.