Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut secara keseluruhan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 15 Maret 2024 masih terjaga dengan baik, mencapai Rp93,5 triliun atau 19 persen dari target APBN 2024.

“Ini sebetulnya mengalami penurunan 12,3 persen dari PNBP tahun lalu, karena tahun lalu mencapai Rp106,6 triliun. Jadi, ini sudah mulai terlihat terutama untuk komoditas sumber daya alam (SDA),” katanya saat konferensi pers APBN KiTa edisi Maret 2024 di Jakarta, Senin 25 Maret 2024.

Sri Mulyani menyampaikan realisasi PNBP SDA dipengaruhi fluktuasi harga komoditas sehingga pendapatan SDA migas dan nonmigas melambat masing-masing mencapai Rp17,8 triliun dan Rp22,4 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan penerimaan dari SDA migas mengalami kontrakai 20 persen hingga 21 persen. Dengan besaran Rp17,8 triliun atau 16,2 persen dari target dalam APBN.

"Selain harga Indonesia Crude Price (ICP) nya turun, liftingnya juga turun sehingga penerimaan kita mengalami penurunan 20 persen menjadi Rp17,8 triliun dari tahun lalu Rp22,3 triliun," jelasnya.

Sri Mulyani mengatakan, penerimaan dari SDA nonmigas mengalami penurunan terutama seiring dengan penurunan volume produksi dan harga batu bara.

Adapun, penurunan penerimaan komoditas unggulan Indonesia ini cukup tajam yaitu 38,7 persen (yoy), dari Rp 36,6 triliun pada tahun lalu menjadi Rp 22,4 triliun atau 23 persen dari target APBN per 15 Maret 2024.

Sementara itu, untuk PNBP lainnya, pemerintah telah mengantongi 29 persen dari target. Meski demikian, diikuti kontraksi pendapatan negara dari Rp34,5 triliun pada tahun lalu, menjadi Rp33,4 triliun per 15 Maret 2024.

“Kalau dilihat dari sisi PNBP kementerian/lembaga (K/L) yang tumbuh 14,9 persen, ini terutama dari jasa tenaga pekerjaan, komunikasi, dan informasi, serta kompensasi wilayah izin pertambangan,” kata dia.

Sementara, realisasi pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) mencapai Rp6,8 triliun atau 7,9 persen dari target APBN, yang disumbang dari setoran dividen interim Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perbankan.

Sedangkan, realisasi PNBP lainnya sebesar Rp33,4 triliun atau 29 persen dari target APBN. Namun capaian ini masih lebih rendah dibandingkan dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp34,5 triliun atau terkontraksi 3,2 persen (yoy).

Meskipun demikian, PNBP K/L tumbuh 14,9 persen (yoy) terutama diperoleh dari kenaikan pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, dan informasi dari kompensasi data wilayah izin usaha pertambangan.

“Untuk PNBP lainnya, dalam hal ini sudah 29 persen dari target, terutama kalau kita lihat levelnya Rp33,4 triliun itu sudah mengalami kontraksi dari tahun lalu Rp34,5 triliun,” lanjutnya.

Adapun, realisasi Badan Layanan Umum (BLU) tercatat sebesar Rp13,1 triliun atau 15,7 persen dari target APBN. Angka ini mengalami pertumbuhan 51,1 persen (yoy), utamanya disumbang dari pendapatan jasa layanan rumah sakit dan jasa layanan pendidikan.

“Terutama untuk jasa rumah sakit dan pendidikan, dua-duanya memberikan efek yang sangat besar, terutama efek pandemi yang mulai hilang,” pungkasnya.