Bos LPS Buka-bukaan Penyebab Ekonomi Indonesia Sulit Tumbuh 6 Persen
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudi Sadewa (Foto: dok. VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudi Sadewa mengaku heran mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia sulit untuk tumbuh di atas 5 persen. Padalah, kata dia, pertumbuhan lebih cepat sangat mudah di masa lalu.

Purbaya bilang pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pertumbuan ekonomi Indonesia bisa mendekati 6 persen. Sementara, di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) rata-rata 5 persen.

“Itu emang teka-teki kenapa di masa lalu kita tumbuh lebih cepat. Sekarang 5 persen aja syukur. Zaman sebelumnya, SBY tumbuh mendekati 6 persen, rata-rata zaman Pak Jokowi tumbuh mendekati 5 persen, rata-rata enggak turun. Padahal Pak Jokowi bangun infrasatruktur di mana-mana,” katanya dalam CNBC Indonesia Economic Outlook 2024, di Jakarta, Kamis, 29 Februari.

Menurut Purbaya, dengan pembangunan infrastruktur yang lebih masif tersebut seharusnya perkembangan Indonesia bisa lebih cepat.

“Di mana-mana dengan hitungan apapaun harusnya perkemabangan kita lebih cepat. Saya lihat data-data lagi, saya periksa laju pertumbuhan kredit 10 tahun lalu hampir 200 persen lebih sekarang on average 7 persen,” jelasnya.

Dari data tersebut, Purbaya menilai bahwa pemerintah membangun ekonomi sendirian. Terlihat, kata dia, sektor syariah, perbankan, swasta, dan lainnya tidak membantu.

“Tapi itu salah kebijakan pemerintah sendiri, bapak kerja sendirian. Enggak bisa begini pak. Tapi mengubah itu, tidak terlalu mudah. Ini paradigma para pengambil kebijakan moneter itu berlaku juga bagi LPS dan BI (Bank Indonesia),” ucapnya.

Karena itu, menurut Purbaya, sektor financial dan swasta perlu terlibat di dalam pembangunan pertumbuhan ekonomi. Dengan keterlibatan swasta dan finansial, pertumbuhan konsumsi bisa kencang bahkan bisa mencapai 5 hingga 6 persen.

“Kalau itu kita perbaiki ya sudah akan kencang sekali konsumen mungkin bisa 5-6 persen, itu dorong ekonomi. Kedua ada keganjilan di government spending dengan besar-besaran,” katanya.

“Tapi di akhir tahun masih aja enggak terpakai mungkin Rp600 hingga Rp700 juta setiap tahun selama 5 tahun terakhir,” sambungnya.

Menurut Purbaya, hal tersebut terjadi mungkin sulit karena birokrasi. Karena itu, dia menilai pernaikan sumber daya manusia (SDM) perlu dilakukan.

“Itu mungkin agak susah birokrasi, kita perlu naikan SDM. Kalau tidak diperbaikin yah ekonomi 6 hingga 7 persen gampang,” ucapnya.