Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) ungkap alasan langka dan tingginya harga beras beberapa waktu terakhir.

Sebagai informasi berdasarkan harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Selasa 13 Februari 2024. Harga beras jenis premium saat ini mencapai Rp15.830/kg, padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) berkisar Rp12.900 hingga Rp14.800 per kg. Sementara beras jenis medium mencapai Rp13.900 per kg jauh lebih tinggi dari HET-nya hanya berkisar Rp10.900 hingga Rp11.800 per kg.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan bahwa langkanya dan kenaikan harga beras dipengaruhi oleh mundurnya musim tanam.

Menurut Haryo mundurnya musim tanam memberikan dampak besar pada penurunan kapasitas produksi beras pada Januari sampai Maret sebesar 37 persen jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2023.

"Hingga posisi tadi, periode 2024 ini, dari Januari sampai Februari, diperkirakan sampai Maret 5,8 juta ton. Turun sekitar 37 persen dibandingkan periode yang sama 2023, karena mundurnya musim tanam," kata Haryo pada awak media, Selasa 13 Februari.

Haryo mengatakan faktor lainnya berasal dari pengadaan beras impor yang masih dalam proses akibat adanya konflik geopolitk global, sehingga mempengaruhi juga ketersediaan beras dalam negeri.

Haryo mengatakan faktor lainnya yaitu tingginya harga pupuk dunia disebabkan terhambatnya pasokan pupuk akibat perang Rusia-Ukraina. Kemudian, terganggunya rantai pasok global, akibat konflik di Terusan Sues, yang mengganggu pasokan pangan dunia termasuk Asia.

"Jadi hal-hal tersebut mengganggu, jadi kan harga pupuk, bahan baku pupuk yang global mempengaruhi impor, sama yang tadi distribusinya," ungkap Haryo.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengatakan, saat ini peritel mulai kesulitan mendapatkan pasokan beras tipe premium lokal dengan kemasan 5 kg.

Menurut Roy keterbatasan pasokan beras itu disebabkan lantaran saat ini belum mulainya masa panen, yang diperkirakan baru akan terjadi pada pertengahan Maret 2024 mendatang.

Selain itu, Roy menyebut, kelangkaan itu terjadi lantaran belum masuknya beras tipe medium (SPHP) yang diimpor pemerintah.

"Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara supply dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan HET beras pada pasar ritel modern (toko swalayan) dan pasar rakyat (pasar tradisional)," jelasnya

Menurut Roy, saat ini para pengusaha ritel terpaksa membeli beras dengan harga di atas HET dari pada produsen atau pemasok beras lokal. Hal inilah, kata dia, yang menyebabkan naiknya harga beras di level retail.