Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo angkat suara terkait nilai tukar rupiah sempat anjlok, hampir tembus Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu.

"Perkembangan harga apapun baik, inflasi ataupun nilai tukar, selalu dipengaruhi dua faktor utama, yaitu satu faktor fundamental itu supply demand, kedua adalah berita," tutur Perry dalam konferensi pers KSSK Kuartal I-2024, Selasa, 30 Januari 2024.

Menurut Perry pelemahan nilai tukar rupiah hanya bersifat sementara atau dalam jangka pendek dan didorong oleh berita-berita yang beredar.

“Dalam jangka pendek, ada faktor-faktor berita. Satu hingga dua minggu terakhir ada berita, yang berpengaruh terhadap tatanan nilai tukar rupiah, dan tidak hanya rupiah tapi seluruh dunia,” jelasnya

Perry merincikan kabar apa saja yang mendorong pelemahan rupiah yaitu dari prediksi pasar terkait Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan pada semester I 2024.

Namun dengan melihat situasi terkini seperti inflasi inti AS yang belum turun di bawah sasaran, sehingga keyakinan pasar memudar.

Selanjutnya, penguatan indeks dolar AS terhadap mata uang negara lain (DXY) yang sempat turun ke 102. Namun kini naik lagi bahkan lebih dari 103.

Kemudian, kabar terkait ekskalasi geopolitik global, tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga terjadi konflik di Laut China Selatan yang mendorong gangguan pasokan. Serta kebijakan regulator China agar pasar sahamnya tidak merosot terlalu tajam, sehingga lakukan penghentian peminjaman saham tertentu.

Perry menegaskan bukan hanya rupiah yang mengalami pelemahan tetapi nilai tukar di negara-negara berkembang lainya juga mencatat pelemahan.

Selain itu, Perry menyampaikan nilai tukar rupiah masih kuat secara fundamental, didukung oleh surplus neraca perdagangan, inflasi rendah, imbal hasil SBN dan saham yang baik.