Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan. Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Kamis, 20 Juni 2024, Kurs rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,40 persen di level Rp16.430 per dolar AS.

Senada, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup turun 0,31 persen ke level harga Rp16.420 per dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan rupiah cenderung naik turun salah satunya karena adanya persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan terkait dengan pemerintahan selanjutnya. Selain itu, votalitas rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen.

Dari sisi global, pelemahan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Fed Funds Rate (FFR), penguatan mata uang dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik.

Menurut Perry faktor-faktor tersebut membuat kondisi nilai tukar rupiah cenderung naik turun, meski sempat menguat pada level Rp15.900 per dolar Amerika Serikat (AS), setelah BI menaikkan BI Rate ke level 6,25 persen pada April 2024.

Perry meyakini kondisi nilai tukar rupiah pada akhir tahun akan cenderung menguat, meski tidak akan berlangsung dalam waktu dekat.

“Apakah BI melayakini rupiah ke depan menguat? Yes. Fundamentalnya akan menguat, tapi dari gerakan bulan ke bulan faktor-faktor informasi sentimen akan membuat volatilitas naik turun naik turun, nah itu yang terus kita lakukan,” jelasnya dalam konferensi pers, Kamis, 20 Juni.

Meski demikian, Perry memperkirakan fundamental perekonomian global dan domestik akan membaik tercermin dengan perkiraan The Fed akan menurunkan Fed Funds Rate (FFR) pada akhir tahun 2024 ini sebesar 25 basis poin (bps). Selain itu, Bank Sentral Eropa (ECB) juga sudah menurunkan suku bunganya lebih awal.

Selain itu, Perry menyampaikan fundamental perekonomian Indonesia juga cenderung membaik tercermin dari kondisi inflasi yang tetap terjaga, pertumbuhan ekonomi domestik yang relatif baik, kondisi neraca transaksi berjalan yang juga baik, serta imbal hasil yang masih menarik.

“Tapi sabar, dari bulan ke bulan, akan ada berita-berita yang kita sebut faktor sentimen, ketidakpastian, seperti itu, ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi, tidak mempengaruhi tren, tetapi naik turunnya nilai tukar,” ujarnya.

Meski begitu, Perry tidak menjelaskan lebih rinci terkait sentimen terhadap kebijakan fiskal pada pemerintahan selanjutnya. Namun, Ia menekankan ini hanya persepsi. “persepsi, ini belum tentu benar loh, jangan diyakini kalau persepsi,” imbuhnya.