JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali menutup sementara operasional Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Sumatera Barat.
Penutupan ini dampak dari aktivitas Gunung Marapi yang kembali mengeluarkan abu vulkanik.
Penutupan operasional BIM diumumkan melalui Notice to Airmen (NOTAM)Nomor B0115/24 NOTAMN pada pukul 07.15 UTC / 14.15 WIB sampai dengan pemberitahuan selanjutnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, M Kristi Endah Murni menekankan, keputusan penutupan ini diambil dengan pertimbangan utama terhadap keselamatan penerbangan.
“Erupsi Gunung Marapi bersifat dinamis sehingga kami akan terus memonitor situasi ini, dan berkoordinasi intensif dengan stakeholder terkait dalam hal penanganan erupsi Gunung Marapi untuk memastikan aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penerbangan terpenuhi,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat, 19 Januari.
Lebih lanjut, Kristi mengatakan, penutupan dan pembukaan Bandara Internasional Minangkabau telah berapa kali dilakukan karena terdampak erupsi Gunung Marapi.
Karena itu, Kristi meminta masyarakat memaklumi situasi ini.
“Saya berharap masyarakat khususnya calon penumpang dapat memahami situasi force majeur ini. Saat informasi yang kami terima terdapat 16 penerbangan berpotensi terdampak akibat penutupan bandara ini, kami terus meng-updatenya,” ucapnya.
Kompensasi Full Refund Tiket
Dengan adanya keadaan kahar atau force majeure tersebut, Kristi meminta kepada maskapai penerbangan untuk memberikan kompensasi kepada penumpang yang telah membeli tiket.
“Termasuk opsi full refund, reschedule, ataupun re-route ke bandara terdekat jika seat masih tersedia. Hal ini diharapkan dapat membantu penumpang yang terkena dampak penutupan bandara,” ucapnya.
Lebih lanjut, Kristi menambahkan, pihaknya melalui Otoritas Bandara Wilayah VI Padang akan terus melakukan monitoring dan pengawasan perkembangan situasi tersebut.
“Berupa pengamatan lapangan yang dilakukan dengan interval 30 menit sampai 1 jam sekali pada beberapa titik di sekitar bandara,” jelasnya.
Sekadar informasi, terkait penanganan erupsi gunung berapi serta penanganan dampak abu vulkanik terhadap operasi keselamatan penerbangan, Ditjen Hubud telah menerbitkan Surat Edaran nomor SE 15 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penerbangan pada Keadaan Force Majeure.
BACA JUGA:
Kemudian, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 153 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Prosedur Collaborative Decision Making (CDM) Penanganan Dampak Abu Vulkanik terhadap Operasi Penerbangan melalui Integrated Web Based Aeronautical Information System Handling (I-WISH) sehingga penanganan force majeure erupsi Gunung Marapi mengacu pada kedua surat tersebut sebagai pedoman pelaksanaan.
“Kami akan terus memantau situasi dan berkoordinasi dengan stakeholder terkait dalam penanganan force majeure ini agar dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi keselamatan, keamanan dan kenyamanan penerbangan,” tuturnya.