Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengungkapkan, Peraturan Presiden (Perpres) terkait penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) akan segera diterbitkan dalam waktu dekat.

Menurutnya aturan baru ini memiliki cakupan yang lebih luas dari peraturan sebelumnya yakni Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya.

Tutka menjelaskan, dalam Perpres ini nantinya akan mengatur industri non migas untuk melakukan penangkapan dan penyimpanan karbon dan dilakukan di luar wilayah kerja.

"Permen CCS memiliki ruang lingkup yang lebih besar dari Permen Nomor 2 Tahun 2023. Jadi kalau ada industri mengeluarkan CO2 tidak bisa dilakukan CCS di WK tertentu. Dengan Perpres ini industri nonmigas bisa lakukan ccs di luar WK," ujar Tutuka Ariadji dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja 2023 dan Rencana Kerja 2024 Ditjen Migas, Selasa 16 Januari.

Lebih jauh ia menjelaskan, dengan Perpres ini , industri di luar migas dapat mengimplementasikan CCS di daerah baru yg kemudian akan disebut Wilayah Kerja Injeksi.

Dalam Perpres ini juga memungkinkan cross border yakni negara lain bisa menyuntikkan karbonnya di Indonesia.

Tutuka menambahkan, nantinya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang memiliki mitra kerja dari negara lain yang memiliki produksi CO2 di tempat lain bismenyimpan karbonnya di Indonesia.

Terkait hal tersbut, kata Tutuka, akan melibatkan kerja sama antar pemerintah dengan pemerintah (G2G) dan dilanjutkan dengan kerja sama antar bisnis (B2B).

"Misal suatu KKKS mempunya partner, partnernya dari suatu negara tertentu yang banyak produksi CO2-nya tetapi tidak punya area untuk diinjeksikan itu bisa dari luar negeri itu dibawa ke Indonesia,” sambung Tutuka.

Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi, Mirza Mahendra menambahkan, aturan crossboreder ini hanya berlaku untuk perusahaan yang memiliki investasi di RI.

“Jadi, kita nggak serta merta. Mungkin ada beberapa isu kemarin apakah serta merta langsung orang bisa menyampaikan? Tidak, harus ada G2G-nya dulu. Government to government seperti apa mengenai tanggung jawab terkait keselamatan dan lain sebagainya,” pungkas Mirza.