Ubah Kepmen soal Air Tanah, Pertanian Rakyat di Luar Irigasi Tidak Perlu Izin
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM) kembali menyesuaikan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah dengan mengeluarkan Keputuan Menteri ESDM Nomor 443.K/GL. 01/MEM.G/2023 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

Dalam ketetapan yang baru, Kegiatan pertanian rakyat di luar sistem irigasi tidak menjadi bagian dari penyelenggaraan persetujuan penggunaan air tanah.

Permohonan persetujuan penggunaan Air Tanah dilakukan untuk kegiatan, yaitu pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari apabila penggunaan Air Tanah paling sedikit 100 (seratus) meter kubik per bulan per kepala keluarga; atau penggunaan Air Tanah secara berkelompok dengan ketentuan lebih dari 100 (seratus) meter kubik per bulan per kelompok.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi mengatakan, khususnya sektor pertanian rakyat yang masih berada di daerah yang belum terjangkau sistem irigasi perlu dilakukan evaluasi secara komprehensif atas ketentuan mekanisme dan efektivitas penerapan penyelenggaraan persetujuan penggunaan air tanah untuk kegiatan pertanian rakyat di luar sistem irigasi.

"Dengan pertimbangan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan penyesuaian Keputusan Menteri Pengaturan pemanfaatan air tanah dilakukan Pemerintah dalam rangka untuk menjaga agar air tanah tidak mengalami kerusakan sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan," ujar Agus kepada wartawan, Jumat, 22 Desember.

Ia melanjutkan, kerusakan air tanah tentunya akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti penurunan tanah (land subsidence) dan intrusi air laut.

Agus menambahkan, beberapa wilayah di Indonesia terbukti telah mengalami kerusakan air serius seperti, Jakarta, Bandung, Semarang, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Bali untuk memperbaiki kerusakan itu perlu dilakukan upaya konservasi serta manajemen untuk mengatasi masalah ini juga menjaga ketersediaan air tanah yang berkelanjutan termasuk mengatur penggunaan air tanah, mengurangi eksploitasi yang berlebihan, dan mengembangkan alternatif sumber air bersih