Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Badan Geologi memberikan penjelasan terkait Kepmen ESDM No. 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah, menyusuli beleid sebelumnya yang dituangkan dalam Keputusan Menteri ESDM No. 259.K/GL.01/MEM/2022 tentang Standar Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid menyampaikan, berdasarkan UU No. 17 Tahun 2019, pada dasarnya penggunaan air tanah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat tidak memerlukan izin (persetujuan penggunaan air tanah).

"Namun, apabila pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dengan pengambilan air tanah lebih dari 100 (seratus) meter kubik per bulan, maka diperlukan persetujuan penggunaan air tanah," ujarnya dalam keterangan kepada media, Senin, 30 Oktober.

Sebagai informasi, dalam aturan Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah disebutkan permohonan persetujuan penggunaan air tanah dilakukan untuk kegiatan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari apabila penggunaan air tanah paling sedikit 100 meter kubik per bulan per kepala keluarga atau penggunaan berkelompok dengan ketentuan lebih dari 100 meter kubik per bulan per kelompok.

Permohonan perizinan ini juga dilakukan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.Selain pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat, kata dia, izin juga dibutuhkan untuk kegiatan wisata atau olah raga air yang dikelola untuk kepentingan umum atau bukan kegiatan usaha, pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan penelitian, untuk taman kota yang tidak dipungut biaya, rumah ibadah, fasilitas umum, bantuan sumur bor yang beras dari pemerintah, swasta atau perseorangan dan penggunaan air tanah untuk instansi pemerintah.

Wafid menuturkan pengelolaan air tanah adalah proses yang penting dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air bawah tanah. Pengelolaan yang baik diperlukan untuk menjaga ketersediaan air tanah yang cukup bagi berbagai keperluan, seperti konsumsi manusia, pertanian, industri, dan ekosistem.

Demi daya dukung lingkungan tetap terjaga, Pemerintah telah mengeluarkan regulasi terkait pengaturan perizinan air tanah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Wafid menyebut pengaturan pemanfaatan air tanah diperlukan agar tidak terjadi degradasi air tanah dengan imbangan air yang buruk.

"Agar terhindar dari keadaan yang buruk diperlukan usaha-usaha pencegahan. Pengambilan air tanah dengan cara pemompaan yang berlebihan (overpumping) atau melebihi serahan aman (safe yield) telah terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi dan lingkungan air tanah," ungkapnya.

Menurut Wafid, masyarakat harus memahami meskipun air tanah termasuk sumber daya alam yang terbarukan (renewable resources), namun bila terjadi gangguan, pemulihannya memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan konservasi.

Air tanah, lanjut Wafid, juga dapat dipahami sebagai sumber daya tidak terbarukan (non-renewable resources) jika menekankan pada pendekatan sosial dan berkaitan langsung dengan keberlanjutan pemanfaatan (groundwater sustainability).

"Untuk itu, Pemerintah perlu mengatur pemanfaatannya agar tidak terjadi dampak negatif akibat pengambilan air yang berlebihan," tegasnya.