JAKARTA - Indonesia Investment Authority (INA) menyebut, ada empat penyebab investor global masih enggan berinvestasi langsung ke proyek-proyek jalan tol di Tanah Air.
Pertama, investor global cenderung tertarik melakukan akuisisi tol-tol eksisting yang sudah jelas trafiknya sebagai imbal hasil investasi ketimbang membangun proyek baru dari masa konstruksi hingga pengoperasian.
Ketua Dewan Direktur INA Ridha Wirakusumah menilai, jika harus berinvestasi dari proses konstruksinya membutuhkan biaya lebih besar, terutama dari sisi pengadaan lahan. Selain itu, juga belum ada jaminan trafik hingga masalah operasionalnya.
"Yang pertama, mereka itu lebih suka berinvestasi kepada aset-aset brownfield karena kalau yang greenfield itu suka masih ada masalah kebebasan lahannya atau ada hal-hal operasionalnya, itu yang pertama," kata Ridha dalam acara Creative Infrastructure Financing Day di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu, 13 Desember.
Kedua, investor global cenderung berminat menjadi pemilik saham mayoritas dan/atau joint control.
"Pada umumnya, investor global ingin memiliki kontrol signifikan atas keputusan operasional, keuangan, dan strategis," ujar Ridha.
BACA JUGA:
Ketiga, investor global lebih memilih proyek-proyek infrastruktur, misalnya jalan tol yang punya risiko trafik dapat diperkirakan. Investor cenderung memilih ruas yang layak dari sisi keekonomian alias ada proteksi dari sisi pendapatan dan bisa menjamin pendapatan minimal.
Keempat adalah dari sisi kepastian hukum. Artinya, investor perlu memiliki keyakinan terhadap seluruh hak dan kewajiban dalam perjanjian konsesi dapat dijalankan sesuai kesepakatan dengan pemerintah.
"Memang ada risiko trafik, tapi ini sesuatu yang bisa kami siasati atau ada skema yang bisa kami kembangkan," imbuhnya.