Erick Thohir Mau Standarisasi Pajak Film, Harga Tiket Bioskop Semua Daerah Bisa Sama?
Ilustrasi bioskop (Foto: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Menko Marves Ad Interim Erick Thohir angkat bicara soal rencana pemerintah untuk menstandarisasi atau menyamaratakan pajak film di Indonesia.

Adapun selama ini pajak film yang dikenakan ke tiket bioskop menjadi porsi pajak daerah yang diatur melalui peraturan daerah.

“Nah itu, saya waktu itu sebagai Menko Marves Ad Interim bersama Pak Tito mencoba menyelaraskan, paling tidak pajak film untuk daerah itu sama semua, jangan berbeda-beda,” ujar Erick saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 4 Desember.

Menurut Erick, dengan standarisasi maka seluruh pajak film akan sama nilainya. Dengan begitu, pengenaan tarif tiket bioskop juga bakal disamakan.

“Bisa saja (tarif tiket sama). Tapi kan begini, kalau kita lihat film, movie theater, bioskop hari ini kita lihat pemasukan terbesarnya dari film nasional. Karena bisa masuk sampai daerah tingkat dua. Artinya produksi filmnya harus distabilkan,” jelasnya.

Erick mengatakan market share atau pangsa pasar film di dalam negeri sangat potensial. Karena itu didorong agar bisa tumbuh lebih dari 64 persen.

Menurut dia, potensi ini nantinya akan menjadi stimulus bagi income atau pendapatan di daerah.

“Daerah menginginkan tambahan income, tetapi kan sebenarnya penambahan income daripada untuk daerah sendiri justru lebih banyak film yang diputar itukan nambah income juga, bukan karena pajak yang tinggi,” jelasnha.

“Sehingga film nasional bisa berkembang, kembali bisa tumbuh 64 persen lagi dari market share dengan jumlah yang lebih banyak lagi, pemasukan lebih banyak lagi, hitung saja,” sambung dia.

Besaran Pajak

Erick mengatakan, tidak akan ada angka baru soal pungutan pajak film yang akan diterbitkan dalam bentuk peraturan presiden (perpres).

Kata dia, angkanya akan tetap mengacu pada undang-undang (UU).

Adapun yang dimaksud adalah UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Di mana, dalam beleid ini tarif bioskop diklasifikasikan sebagai aktivitas hiburan dan kenakan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).

Masih mengacu pada beleid tersebut, di pasal 58 ayat 1 disebutkan bahwa pajak PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen.

“Enggak, kalau bisa semua 10 persen. Tapi kan kenyataannya (sekarang) di daerah ada yang di atas 10 persen,” ujarnya.

Terkait dengan pungutan pajak film, Erick mengatakan, setiap daerah akan ditentukan setoran khusus untuk membantu industri film nasional.

Lembaga yang akan melakukan pungutan disebut film fund.

Namun, Erick belum menjelaskan lebih detail siapa yang akan ditugaskan mengelola setoran pajak yang akan dikumpulkan masing-masing daerah.

Menurut Erick, bisa saja akan ada badan baru.

“(Alokasi untuk film Indonesia dikumpulkan) di film fund. Nanti ini ada diskusi lagi antara Kementerian Keuangan, Kemenparekraf, Kemendikbutristek, Kemendagri dan Kemenko Marves. Nanti kita lihat,” katanya.