Bagikan:

JAKARTA - Komisi V DPR minta pemerintah pusat bersama pemerintah daerah (pemda) untuk menyelesaikan masalah perlintasan sebidang.

Masalah tersebut menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah yang masih tersisa dan harus diselesaikan.

Ketua Komisi V DPR Lasarus mengakui masalah perlintasan sebidang ini cukup rumit. Pasalnya, kewenangannya tidak hanya ada di tangan pemerintah pusat, tetapi juga ada di pemerintah daerah.

“Kalau untuk pulau Jawa ini masalah berlarut yang sampai hari ini enggak bisa selesai Pak Menteri adalah perlintasan sebidang,” ujar Ketua Lasarus, dalam rapat kerja dengan Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, Korlantas, BMKG, dan Basarnas, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 November.

“Ini saya juga melihat progres perlintasan sebidang ini agak rumit saya lihat ini. Karena ada kewenangan pemda, ada kewenangan pemerintah pusat,” sambungnya.

Karena itu, kata Lasarus, belum ada titik temu antara keduanya untuk penanganan perlintasan sebidang.

Namun, Lasarus menekankan, angka kecelakaan pada perlintasan sebidang sangat tinggi, sehingga masalah ini harus diselesaikan.

“Kalau perlintasan sebidang ini bisa ditangani, per hari kita bisa mengurangi berapa banyak korban. Ini menurut saya PR yang cukup berat yang harus kita selesaikan, masih terisa ya dari pemerintahan ini kalau saya lihat yang masih signifikan salah satunya masih minimnya penanganan perlintasan sebidang,” ujarnya.

Apalagi, sambung dia, saat ini masyarakat juga kerap kali membuat penyebrangan sendiri di sepanjang jalan rel kereta api.

“Masyarakat juga secara leluasa membuat pelintasan-perlintasan sendiri penyebrangan sendiri di sepanjang jalan rel kereta api kita yang ada. Ini menurut saya harus mendapat perhatian,” katanya.

Sebelumnya, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengatakan, perlintasan sebidang menjadi salah satu isu dari keselamatan perkeretaapian.

Untuk mengatasi masalah perlintasan sebidang ini, tindakan utama yang dilakukan adalah tidak mengeluarkan izin perlintasan sebidang.

Tak hanya itu, kata Risal, pihaknya juga terus menutup perlintasan sebidang.

Dengan semakin sedikitnya jumlah perlintasan sebidang diharapkan perjalanan kereta api akan semakin aman dan selamat.

“Sejak dibentuknya DJKA tahun 2005, kita sudah tidak pernah mengeluarkan lagi ijin untuk membuka perlintasan sebidang secara resmi, kecuali sifatnya sementara karena ada pembangunan atau peralihan jalan, itu pun dengan dikawal. Yang kedua, target kita adalah menutup seluruh perlintasan sebidang,” katanya di Jakarta, ditulis Minggu, 6 Agustus.

Kata Risal, target awal penutupan perlintasan sebidang yaitu dengan menutup perlintasan sebidang kereta api yang berdekatan, yakni kurang dari 800 meter dan atau yang lebar jalannya kurang dari 2 meter.

Setelah ditutup, sambung Risal, akan dibangun fasilitas. Seperti early warning system (EWS), pagar sterilisasi jalur kereta api, membangun jembatan penyeberangan orang atau kendaraan, serta Flyover atau Underpass di jalur perlintasan sebagai alternatif akses bagi pengguna jalan.

“Dalam membangun dan merawat fasilitas ini tentunya kami membagi tanggung jawab dengan pemerintah daerah, operator kereta, dan pihak terkait lainnya sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Perkeretaapian dan aturan turunannya. Karena jumlah perlintasan sebidang sangat banyak, sementara ada kendala keterbatasan anggaran,” ujar Risal.